Aceh merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang menyimpan banyak catatan sejarah dalam masa perjuangan melawan penjajah baik Belanda maupun Jepang. Begitu banyak pertempuran yang pecah di tanah rencong. Hal ini dikarenakan rakyat Aceh menolak menyerah dan tunduk pada kolonialisme yang merajalela.
Eberanian yang dimiliki oleh rakyat Aceh tidak mengenai jenis kelamin dan usia. Oleh sebab itu, tidak mengherankan bila banyak muncul sosok-sosok pahlawan nasional dari Aceh. Kali ini Direktorat SMP akan mengajak Sobat SMP untuk mengenal tiga sosok pahlawan nasional dari Aceh. Siapa sajakah mereka? 1.
Cut Nyak Dhien Salah satu srikandi Aceh yang terkenal di Nusantara adalah Cut Nyak Dhien, perempuan yang lahir pada tahun 1948 di kampung Lampadang. Sebagai seorang keturunan bangsawan, Cut Nyak Dhien memiliki sifat kepahlawanan yang diturunkan dari sang ayah yang juga berjuang dalam perang Aceh melawan kolonial Belanda.
- Ia dikenal sebagai pejuang tangguh dan mampu menghidupkan semangat teman seperjuangan dan pengikutnya.
- Hingga menginjak usia senja, Cut Nyak Dhien dan pengikutnya terus bergerilya dan menolak untuk menyerah.
- Pada 7 November 1905, Cut Nyak Dhien ditangkap oleh Pang Laot yang sudah bersekutu dengan Belanda.
Setelah ditangkap ia kemudian diasingkan ke Sumedang. Ia akhirnya meninggal pada 6 November 1908 di tempat pengasingannya. Cut Nyak Dhien secara resmi dinobatkan sebagai pahlawan nasional melalui Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 106 Tahun 1964.2.
- Cut Meutia Cut Meutia dilahirkan pada tahun 1870.
- Sang ayah bernama Teuku Ben Daud Pirak dan ibunya bernama Cut Jah.
- Cut Meutia merupakan anak perempuan satu-satunya dari lima bersaudara.
- Saat memasuki usia dewasa Cut Meutia dinikahkan dengan Teuku Syamsarif.
- Namun sayangnya pernikahan tersebut tidak bertahan lama.
Cut Meutia akhirnya membangun rumah tangga bersama Teuku Chik Tunong. Keduanya berjuang bersama menjalankan siasat perang gerilya dan spionase yang diawali pada tahun 1901. Setelah Cik Tunong dijatuhkan hukuman tembak mati oleh Belanda, Cut Meutia tetap melanjutkan perjuangan bersama Pang Nanggroe hingga 25 September 1910.
Pasca wafatnya Pang Nanggroe pun, Cut Meutia tetap melakukan perlawanan bersenjata. Cut Meutia akhirnya meninggal di medan perang pada 25 Oktober 1910. Cut Meutia kemudian ditetapkan sebagai pahlawan nasional melalui Surat Keputusan Presiden Nomor 107/1964 pada tahun 1964.3. Teuku Nyak Arif Apakah Sobat SMP pernah mengetahui sosok pahlawan dari Aceh yang satu ini? Teuku Nyak Arif merupakan anak seorang Ulee Balang Panglima Sagi XXVI mukim, yang lahir pada tanggal 17 Juli 1899 di Ulee Lheue 5 km dari Banda Aceh.
Sejak kecil Teuku Nyak Arif telah dikenal sebagai sosok yang pandai. Menginjak masa remaja rasa nasionalisme kian meninggi. Pada tanggal 16 Mei 1927 Teuku Nyak Arif diangkat menjadi anggota Dewan Rakyat (Volksraad), di samping tetap sebagai Panglima Sagi XXVI mukim.
Contents
- 1 Siapa tokoh yang melawan Portugis di Aceh?
- 2 Siapakah tokoh tokoh dari Aceh yang berjuang melawan Portugis dan VOC?
- 3 Mengapa Aceh sangat sulit ditaklukan oleh Belanda?
- 4 Siapa saja tokoh yang melakukan perlawanan terhadap Portugis?
- 5 Siapakah pemimpin perlawanan terhadap Portugis?
Siapa tokoh yang melawan Portugis di Aceh?
Kesultanan Aceh merupakan salah satu kesultanan Islam yang berkembang di Pulau Sumatera sekitar abad ke-15. Letak yang strategis membuat bangsa Portugis yang sebelumnya sudah menguasai Malaka sejak tahun 1511 berniat pula menguasai Aceh. Terlebih Aceh menganggap bahwa Portugis adalah saingan dalam perdagangan.
Upaya perlawanan dilakukan oleh sultan-sultan Aceh diantaranya, Sultan Ali Mughayat Syah (1514–1528). Berhasil membebaskan Aceh dari upaya penguasaan bangsa Portugis. Sultan Alaudin Riayat Syah (1537–1568). Berani menentang dan mengusir Portugis yang bersekutu dengan Johor. Sultan Iskandar Muda (1607–1636).
Raja Kerajaan Aceh yang terkenal sangat gigih melawan Portugis adalah Iskandar Muda. Pada tahun 1615 dan 1629, Iskandar Muda melakukan serangan terhadap Portugis di Malaka. Jadi, jawaban yang tepat adalah A.
Siapa tokoh yang melawan Belanda di Aceh?
Periode – Perang Samalanga pertama pada tanggal 26 Agustus 1877. Panglima besar Belanda, Mayor Jenderal Karel van der Heijden kembali ke pasukannya setelah mendapatkan perawatan pada matanya yang tertembak Perang Aceh Pertama (1873-1874) dipimpin oleh Panglima Polim dan Sultan Mahmud Syah melawan Belanda yang dipimpin Köhler,
Köhler dengan 3000 serdadunya dapat dipatahkan, di mana Köhler sendiri tewas pada tanggal 14 April 1873, Sepuluh hari kemudian, perang berkecamuk di mana-mana. Yang paling besar saat merebut kembali Masjid Raya Baiturrahman, yang dibantu oleh beberapa kelompok pasukan. Ada di Peukan Aceh, Lambhuk, Lampu’uk, Peukan Bada, sampai Lambada, Krueng Raya.
Beberapa ribu orang juga berdatangan dari Teunom, Pidie, Peusangan, dan beberapa wilayah lain. Perang Aceh Kedua (1874-1880). Pasukan Belanda dipimpin oleh Jenderal Jan van Swieten, Belanda berhasil menduduki Keraton Sultan, 26 Januari 1874, dan dijadikan sebagai pusat pertahanan Belanda.
- Pada 31 Januari 1874 Jenderal Van Swieten mengumumkan bahwa seluruh Aceh jadi bagian dari Kerajaan Belanda,
- Etika Sultan Machmud Syah wafat 26 Januari 1874, digantikan oleh Tuanku Muhammad Dawood yang dinobatkan sebagai Sultan di masjid Indrapuri,
- Perang pertama dan kedua ini adalah perang total dan frontal, di mana pemerintah masih berjalan mapan, meskipun ibu kota negara berpindah-pindah ke Keumala Dalam, Indrapuri, dan tempat-tempat lain.
Perang ketiga (1881-1896), perang dilanjutkan secara gerilya dan dikobarkan perang fi sabilillah, Di mana sistem perang gerilya ini dilangsungkan sampai tahun 1903. Dalam perang gerilya ini pasukan Aceh di bawah Teuku Umar bersama Panglima Polim dan Sultan.
Siapakah tokoh tokoh dari Aceh yang berjuang melawan Portugis dan VOC?
Pemimpin Rakyat Aceh Melakukan Perlawanan terhadap Bangsa Portugis – Aceh melakukan beberapa kali perlawanan terhadap bangsa Portugis. Mengutip dari buku Sejarah Peminatan Paket C Setara SMA/MA Kelas XI yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, perlawanan tersebut dipimpin langsung oleh tokoh-tokoh berikut ini:
- Sultan Ali Mughayat Syah yang memimpin Aceh pada tahun 1514-1530 berhasil mengusir Portugis dari wilayah Aceh.
- Sultan Alaudin Riayat Syah al-Qahar (1538-1571) menentang kekuatan Porutgis dengan bantuan Turki.
- Sultan Alaudin Riayat Syah, pengganti dari Sultan Alaudin Riayat al-Qahar juga menyerang bangsa Portugis di Malaka tahun 1673 dan 1575,
- Sultan Iskandar Muda (1607-1638) pernah dua kali menyerang bangsa Portugis di Malaka, yaitu pada tahun 1615 dan 1629.
Apa Penyebab Kegagalan Perang Aceh?
Pada tahun 1629 Sultan Iskandar Muda menyerang kedudukan Portugis yang pada saat itu masih berpusat di Malaka. Sultan Iskandar Muda tersebut kemudian mengerahkan seluruh kekuatan tentara Aceh untuk mengalahkan Portugis. Usaha yang dilakukan oleh kesultanan Aceh tersebut mengalami kegagalan, karena kekurangan persenjataan dan strategi bahkan pasukan tentara yang telah dikerahkan oleh Sultan Iskandar Muda dapat dipukul mundur oleh pasukan Portugis yang menggunakan persenjataan modern dan taktik yang sistematis. Dengan demikian, maka pilihan jawaban yang tepat adalah A
Siapa yang melakukan perlawanan di Aceh dan Ternate?
Perkembangan Aceh yang begitu pesat ini dipandang oleh Portugis sebagai ancaman. Oleh karena itu, Portugis berupaya untuk menghancurkan Aceh. Sebaliknya Aceh pun demikian, Aceh segera melancarkan serangan terhadap Portugis di Malaka. Portugis harus bertahan mati-matian di Benteng Formosa.
Apa saja penyebab perang Aceh?
Sebab terjadinya Perang Aceh dibagi menjadi 2, sebab umum dan khusus.1. Sebab Umum Perang Aceh – Belanda mencurigai Kerajaan Aceh menjalin hubungan politik dengan negara lain seperti Turki, Singapura, Italia dan Amerika Serikat. -Rakyat Aceh dituduh tidak mau bekerja sama dan mempersulit kegiatan perdagangan Belanda.
- Belanda melanggar perjanjian London tahun 1824 dengan usahanya menguasai Aceh.
- Penyerahan wilayah Deli, Asahan, Serdang dan Langkat, akibat adanya Perjanjian Siak 1858.
- Letak Aceh di Selat Malaka sangat strategis sebagai jalur pelayaran Internasional -Aceh dituduh sering mengganggu pelayaran kapal Belanda di Selat Malaka, bahkan sampai ditenggelamkan.2.
Sebab Khusus Perang Aceh Belanda menuntut agar Aceh mengakui kedaulatan Belanda di Aceh pada tanggal 22 Maret 1873. Aceh menolak Tuntutan Belanda tersebut. Setelah itu, empat hari kemudian Belanda mengumumkan secara resmi perang terhadap Aceh. Pada tanggal 26 Maret 1873 pihak kolonial melakukan penyerangan yang ditandai dengan penembakan meriam dari kapal perang bernama Citadel Van Antwerpen ke daratan Aceh.
- PENJELASAN PERANG ACEH Perang antara Aceh dan Belanda berlangsung selama empat periode.
- Periode pertama dari tahun 1873 sampai 1874, dipimpin oleh Sultan Muhammad Syah.
- Periode kedua tahun 1874-1880 M, dalam periode ini Sultan Muhammad Syah terbunuh dan Keraton Sultan dikuasai Belanda.
- Periode ketiga terjadi pada tahun 1881 sampai 1896 Masehi, dipimpin oleh Teuku Umar.
Setelah Teuku Umar berhasil dibunuh, perlawanan dilanjutkan dibawah komando Cut Nyak Dien (istri Teuku Umar). Periode keempat berlangsung pada tahun 1896 hingga 1910 masehi, tanpa komando dari pemerintah pusat dengan strategi perang gerilya kelompok maupun perorangan.
Mengapa Aceh sangat sulit ditaklukan oleh Belanda?
Aceh menjadi salah satu wilayah yang paling sulit ditaklukkan oleh Belanda di Nusantara. Hal ini dikarenakan Aceh memiliki pemimpin perang yang hebat serta memiliki kekuatan militer dan sipil yang tangguh. Pemerintah Aceh juga pada masa silam telah menjalin hubungan diplomasi dengan banyak negara luar, salah satunya yang paling signifikan adalah dengan Turki Utsmani.
Tindak tanduk Aceh di kancah internasional membuat Belanda berpikir dua kali jika ingin menguasai Aceh secara drastis. Sejak masuk ke Nusantara, pada tahun 1850-an, Kompeni Belanda baru menyatakan perang dengan Aceh pada tahun 1870-an. Lantaran perjanjian antara Belanda dan kerajaan Aceh dilanggar oleh Belanda.
Sejak Saat itu perang terus berkecamuk di berbagai titik di tanah Serambi Mekah. Belanda baru berhasil menaklukkan Aceh secara menyeluruh pada tahun 1914 atau 31 tahun sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Belanda harus bekerja ekstra untuk menaklukkan pejuang-pejuang dari Aceh yang tangguh.
Apakah Aceh pernah di jajah?
“DEMI Allah! Polim masih hidup! Bait hidup! Imam Longbata hidup! Sultan Daud Hidup! Tuanku Hasyim hidup! Menantuku, Teuku Majet di Tiro masih hidup! Anakku Cut Gambang masih hidup! Ulama Tanah Abee hidup! Pang La’ot hidup! Kita semua masih hidup! Belum ada yang kalah! Umar memang telah syahid! Marilah kita meneruskan pekerjaannya! Untuk agama! Untuk kemerdekaan bangsa kita! Untuk Aceh! Allahu Akbar!” Begitu Cut Nyak Dien menggelorakan semangat rakyat Aceh untuk terus menghunus rencong melawan Belanda meski Teuku Umar telah gugur.
- Namun, Cut Nyak akhirnya menyerah kepada Belanda pada 1900-an awal.
- Saat itulah Aceh baru benar-benar jatuh ke tangan Belanda.
- Aceh menjadi wilayah Nusantara terakhir yang jatuh ke tangan penjajah.
- Bila dikatakan Indonesia dijajah Belanda selama 350 tahun, Aceh secara utuh dijajah Belanda kurang dari 50 tahun.
Bila di buku-buku pelajaran sejarah dikatakan Indonesia dijajah selama 350 tahun, orang Aceh akan berkata, “Oh itu Jawa, bukan Aceh.” Kita semua termasuk anak-anak sekolahan tahu dan hafal Perang Jawa atau Perang Diponegoro terjadi selepas Magrib, pukul 18.25-18.30, plesetan dari tahun 1825-1830.
Akan tetapi, mungkin cuma segelintir yang paham Perang Jawa itu perang antara penguasa dan pemberontak. Belanda penguasa dan Diponegoro pemberontak. Perang Aceh perang dua negara berdaulat, yakni negara Aceh dan negara Belanda. Bila kita saksikan bagaimana Cut Nyak Dien menggelorakan perlawanan rakyatnya kepada Belanda, jelas semangat keacehan dan keislaman yang menjadikan Aceh bertahan begitu lama dari upaya penaklukkan oleh penjajah.
Keacehan dan keislaman dalam fase sejarah berikutnya disertai semangat keindonesiaan, kebangsaan, dan nasionalisme. Bireuen, Aceh, pernah menjadi ibu kota negara pada 1948 selama sepekan. Pun orang Aceh patungan, mengumpulkan uang secara bersama-sama, untuk membeli pesawat pertama Republik.
Justru pemerintah pusat pada satu masa mengabaikan Aceh. Pada 1950-an Aceh turun status dari provinsi menjadi keresidenan bagian provinsi Sumatra Utara. Inilah yang membuat Daud Beureueh memberontak. Pemberontakan ‘diteruskan’ Gerakan Aceh Merdeka dan berlangsung hingga masa reformasi. Pemberontakan membuat Aceh mendapat perlakuan khusus secara politik dan militer.
Pun secara ekonomi, terutama semasa Orde Baru, rakyat Aceh merasa terdiskriminasikan. Aceh begitu kaya alamnya, tetapi miskin rakyatnya. Saat menjadi presiden, Gus Dur mengintroduksi syariat Islam di Aceh. Ganjil bin ajaib tokoh pluralisme sekaliber Gus Dur mengizinkan penerapan syariat Islam.
- Zaini Abdullah, tokoh GAM, waktu itu mengatakan Gus Dur melakukan itu untuk meredam perlawanan GAM.
- Padahal, GAM gerakan etnonasionalisme yang memperjuangkan keacehan atau nasionalisme Aceh, bukan keislaman.
- Toh, syariat Islam akhirnya berlaku di Aceh dan semakin luas penerapannya.
- Yang penting, jangan sampai penerapan syariat Islam menjadikan Aceh terasing dari keacehannya sendiri dan keindonesiaan.
Tsunami 2004 membuka jalan bagi perdamaian di Aceh. GAM menjadi partai lokal. Beberapa partai lokal lain lahir.
Bagaimana akhir dari perang Aceh?
Akhir Perang Aceh – Untuk memenangkan Perang Aceh, Belanda menggunakan siasat berupa penyamaran Snouck Hurgronje ke pedalaman Aceh. Tujuan penyamaran ini adalah untuk mengetahui titik lemah perjuangan rakyat Aceh. Selama dua tahun menyamar, Snouck Hurgronje akhirnya bisa memberikan sejumlah usul kepada Kerajaan Belanda untuk dapat mengalahkan Aceh.
- Usulan itu salah satunya dengan merebut hati rakyat Aceh.
- Menurut Hurgronje, Belanda harus menunjukkan niat baik kepada rakyat Aceh dengan pembangunan sarana prasarana seperti masjid, surau, jalan, dan sebagainya.
- Siasat Snouck Hurgronje itu diterima dan dijalankan oleh Belanda.
- Alhasil lambat laun Belanda dapat melemahkan kekuatan perlawanan Aceh.
Perang Aceh diakhiri dengan surat perjanjian tanda menyerah atau Traktat Pendek. Pada tahun 1903, Sultan Alauddin Muhammad Daud Syah dan Panglima Polem menyerah setelah mengalami tekanan luar biasa. Dalam perjanjian penyerahan diri itu, seluruh wilayah Aceh dikuasai Hindia Belanda dan Kesultanan Aceh dibubarkan.
Meski demikian, pada kenyataannya Belanda tidak sepenuhnya menguasai Aceh. Selain itu, perlawanan demi perlawanan terus dilakukan oleh rakyat Aceh. Sumber: Kompas.com Unej.ac.id Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join.
Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Apa yang menyebabkan Belanda menyatakan perang terhadap kerajaan Aceh?
Aceh menolak mengakui kedaulatan Hindia Belanda – Belanda menyatakan perang terhadap Kerajaan Aceh karena Aceh menolak mengakui kedaulatan Hindia Belanda di wilayahnya. Secara umum, penyebab Perang Aceh adalah ambisi Belanda untuk menguasai seluruh Nusantara.
- Pada 17 Maret 1824, Inggris dan Belanda menyepakati tentang pembagian wilayah jajahan di Indonesia dan Semenanjung Malaya dalam Traktat London.
- Dalam Traktat London disebut bahwa Belanda boleh menguasai kembali wilayah di Sumatera yang selama perang direbut Inggris, tetapi tidak dibenarkan mengganggu kemerdekaan Aceh.
Akan tetapi dalam praktiknya, Belanda tetap menebar pengaruhnya di wilayah kekuasaan Aceh yang jauh dari pemerintah pusat. Belanda pun semakin berani ketika Inggris tidak memberikan reaksi apa-apa atas aksinya tersebut. Baca juga: Sebab Khusus Terjadinya Perang Aceh Saat itu, Sultan Alaiddin Mahmud Syah yang memerintah Kerajaan Aceh sadar bahwa pemerintahannya tidak kuat.
- Pasalnya, Sultan tengah menyelesaikan konflik antarnegeri dan hubungan antara uleebalang, yang menyebabkan ketidakstabilan politik kerajaan.
- Sultan Aceh berusaha sebisa mungkin mempersiapkan diri untuk menghadapi serangan Belanda.
- Ekhawatiran Aceh pun kian menjadi ketika Inggris dan Belanda menandatangani Traktat Sumatera pada 1871.
Berdasarkan isi perjanjian tersebut, Belanda diperbolehkan untuk melakukan perluasan wilayah di Sumatera, termasuk Aceh yang sebelumnya tidak boleh diganggu kedaulatannya. Di tengah situasi yang semakin terjepit, Aceh berusaha memperkuat diri dengan menjalin hubungan dengan negara-negara lain.
Pada Januari 1873, Aceh mencari bantuan dengan mengirim utusan ke Turki. Utusan dari Aceh juga menemui konsul Italia dan Amerika Serikat di Singapura. Baca juga: Tuanku Hasyim Banta Muda, Panglima Besar Angkatan Perang Aceh Langkah Aceh tersebut sangat mengkhawatirkan Pemerintah Hindia Belanda, yang tidak menginginkan adanya campur tangan negara asing.
Terlebih lagi, Pemerintah Hindia Belanda mendengar desas-desus bahwa bantuan militer Amerika Serikat untuk Aceh akan datang pada awal Maret 1873. Alhasil, Menteri Jajahan di Belanda pada 18 Februari 1873 memerintahkan Gubernur Jenderal London di Batavia agar mengirim kapal dan pasukan ke Aceh.
Diputuskan bahwa Komisaris Pemerintah Hindia Belanda untuk Aceh, FN Nieuwenhuysen, berangkat ke Aceh dengan membawa dua kapal perang, yakni Citadel van Antwerpen dan Siak, serta pasukan pada 7 Maret. Rombongan tersebut mendapat tambahan dua kapal, yakni Murnix dan Corhorn, yang sampai di Aceh pada 22 Maret 1873.
Tidak lama kemudian, datang surat dari FN Nieuwenhuysen untuk Sultan Mahmud Daud Syah. Melalui surat tersebut, Belanda menuntut Sultan Aceh untuk mengakui kedaulatan Hindia Belanda di wilayahnya, tetapi ditolak. Baca juga: 4 Perempuan Pemimpin Kesultanan Aceh Belanda menjadikan penolakan Sultan Aceh tersebut sebagai alasan untuk menyatakan perang terhadap Kerajaan Aceh.
Berapa lama perang Aceh?
Perlawanan Kesultanan Aceh terhadap pemerintah kolonial Belanda atau yang dikenal dengan Perang Aceh berlangsung cukup lama, yaitu antara tahun 1873 hingga 1904. Rakyat Aceh dikenal gigih dalam melawan Belanda.
Bagaimana strategi Aceh dalam melawan Belanda?
Taktik perang gerilya – Perang Aceh yang dipimpin oleh para pahlawan menggunakan taktik perang gerilya. Perang gerilya adalah taktik yang dilakukan dengan cara sembunyi-sembunyi, cepat, dan lewat sabotase. Menurut sejarah, taktik ini dianggap sangat membantu para pejuang untuk menyerang musuh yang memiliki pasukan yang banyak.
Bagaimana upaya Belanda menaklukan rakyat Aceh jelaskan secara singkat?
Menyerang dari Dalam – Demi bisa menghancurkan pertahanan rakyat di daerah-daerah tersebut, kata Said, Belanda menggunakan dua cara: Pertama, menghancurkan perkampungan dan pelabuhan dengan tembakan meriam dari kapal-kapal perang mereka. Kedua, mengangkat orang-orang yang mudah diperalat untuk menjalankan siasat pecah belah.
Mengenai cara yang kedua, para penjajah ini telah menjalankannya selama bertahun-tahun sebelum dimulainya Perang Aceh Pertama. Salah satunya melalui Sultan Mahmud dari Kesultanan Deli. Ia yang bersedia menandatangani perjanjian politik dengan Belanda, pada 22 Agustus 1862, menjadi jalan bagi Belanda untuk melancarkan rencananya.
Deli menjadi batu loncatan bagi mereka menguasai daerah-daerah di sekitar pusat Kerajaan Aceh. Dari wilayah milik Sultan Deli tersebut, Belanda berhasil melebarkan kekuasaannya ke daerah Asahan dan Pulau Kampai. Dijelaskan Anthony Reid dalam Asal Mula Konflik Aceh: dari Perebutan Pantai Timur Sumatera Hingga Akhir Kerajaan Aceh Abad ke-19, bersedianya Deli membantu Belanda tidak lain karena wilayah mereka telah lama diusik oleh Aceh.
- Sehingga datangnya orang-orang Eropa ini menjadi harapan Deli menjauhkan Aceh dari wilayahnya.
- Deli mencari perlindungan dari serangan Aceh, sedangkan Serdang tidak dapat menentukan mana yang tidak terlalu buruk dari kedua yang buruk itu,” ujar Reid.
- Selain Sultan Deli, seorang Minangkabau bernama Raja Burhanuddin diikutkan juga dalam pengumpulan infromasi tentang Aceh.
Menurut Anthony Reid, Raja Burhanuddin tercatat sebagai pegawai tetap Belanda di Batavia. Mula-mula ia pergi ke Serdang, menyamar sebagai haji dan pedagang. Tugasnya menghentikan keterlibatan Tanah Batak ke dalam Perang Aceh. “Provokasi yang dilancarkan oleh Burhanuddin, bahwa Aceh hendak memaksa Batak masuk Islam, ternyata tidak mempan.
- Terus terang dijawab oleh raja-raja Batak, bahwa mereka tidak ingin memusuhi Aceh.
- Baru mereka bersedia melawan siapapun kalau mereka diserang, sebelum itu tidak percaya provokasi Belanda,” tulis Said.
- Gagal di Tanah Batak, Raja Burhanuddin melanjutkan perjalannya ke Barus, baru ke Aceh Besar.
- Hampir selama 25 hari pegawai tetap Belanda ini berada di Aceh, ia sudah mendapat begitu banyak informasi untuk dilaporkan.
Raja Burhanuddin berkesimpulan bahwa kekuasaan yang disiapkan di banyak daerah hanya ditujukan bagi penjagaan lokal, tidak untuk bergabung dengan pasukan utama Aceh. Upaya memasuki wilayah Aceh rupanya datang juga dari penduduk asing. Menurut Said, beberapa tahun sebelum penyerangan Belanda, ada seorang Tionghoa yang datang dari Penang telah berhasil mendekati Sultan Mansur Sjah di ibukota.
Siapa saja tokoh yang melakukan perlawanan terhadap Portugis?
Sultan Hasanuddin : gigih melawan VOC Belanda Sultan Iskandar Muda : berhasil mengusir Portugis untuk masuk ke Aceh pada tahun 1606 Pattimura : memimpin perlawanan rakya Maluku dan berhasil merebut benteng Duurstede milik Belanda Pangeran Diponegoro : memimpin rakyat Tegalrejo melawan Belanda Pangeran Antasari : melakukan perlawanan secara terus menerus terhadap Belanda dan akhirnya jatuh sakit dan wafat pada tanggal 1862 Raja Buleleng : yang membuat Hukum Tawan Karang yaitu apabila sebuah kapal terdampar di Bali maka kerajaan berhak merampas kapal beserta isinya I Gusti Ktut Jelantik : melakukan pertempuran besar dengan Belanda di Benteng Jagaraga.
- Pertempuran berlangsung beberapa kali.R.A.
- Artini : mengangkat derajat dan martabat kaum wanita Indonesia.
- Dewi Sartika : pejuang martabat wanita Indonesia.
- Dewi Sartika juga mendirikan sekolah khusus wanita.
- Sekolah tersebut bernama “Keutamaan Istri”.
- Tuanku Imam Bonjol : memimpin perang paderi Fatahillah : pemimpin tentara Demak saat Portugis ingin mendirikan kantor dagang di Pelabuhan Sunda Kelapa, akhirnya Portugis gagal menguasai Sunda Kelapa dan Banten.
Sultan Hairun : memimpin rakyat Ternate saat mengadakan perlawanan kepada Portugis. Sultan Baabullah : memimpin peperangan melawan Portugis. Pada tahun 1575, ia berhasil merebut benteng dan mengusir Portugis dari bumi Maluku.
Siapakah pemimpin perlawanan terhadap Portugis?
Perjuangan Sultan Hairun – Pada 1534, Sultan Hairun dipercaya untuk menjadi Sultan Ternate ke-23, menggantikan saudara tirinya, Sultan Tabariji (1533-1534). Pada awal pemerintahannya, Sultan Hairun masih kurang dipercaya oleh rakyat dan para bangsawan karena usianya yang masih belia.
- Bahkan, banyak yang menginginkan agar kedudukan Sultan Hairun segera diganti kembali oleh Sultan Tabariji.
- Padahal, alasan Sultan Hairun naik takhta adalah karena Sultan Tabariji sedang diasingkan oleh Portugis ke Goa di India.
- Selama di pengasingan, Sultan Tabariji terus didesak untuk memberikan sejumlah wilayahnya, yaitu Ambon, Buru, dan Seram, kepada Portugis.
Apabila menyetujuinya, Sultan Tabariji dijanjikan akan dikembalikan ke kampung halamannya. Sultan Tabariji pun mengabulkan keinginan Portugis, yang kemudian menimbulkan penolakan dari rakyat Maluku serta Sultan Hairun. Baca juga: Tabariji, Sultan Ternate yang Dikendalikan Portugis Akhirnya, pada 1565, Sultan Hairun memimpin perlawanan terhadap Portugis.
Siapa tokoh perlawanan Ternate terhadap Portugis?
Tokoh Ternate yang berhasil mengusir Portugis pada 1575 adalah salah satu sultan dari Kerajaan Ternate yang tidak senang terhadap Portugis adalah Sultan Baabullah. Sultan Baabullah beriupaya mengusir Portugis dari Maluku dengan cara