Tokoh perlawanan Aceh terhadap Jepang – Perlawanan rakyat Cot Plieng, Lhokseumawe, Aceh terhadap Jepang dipimpin oleh Tengku Abdul Jalil. Pada Juli 1942, Tengku Abdul Jalil mengadakan pengajian bersama 400 pengikutnya, yang sekaligus menyuarakan kritik tajam terhadap penjajahan Jepang.
Eesokan harinya, ia langsung diundang menghadap polisi Jepang karena dengan sangat terbuka menghimpun kekuatan untuk melakukan perlawanan. Namun, undangan tersebut tidak dipenuhi, sehingga membuat hubungannya dengan Jepang semakin meruncing. Puncaknya adalah saat polisi Jepang bernama Hayasi datang untuk menjemput Tengku Abdul Jalil di Dayah Cot Plieng.
Namun, Hayasi justru berakhir terluka setelah memaksa Tengku Abdul Jalil untuk berhenti menyuarakan sikap perlawanan terhadap Jepang. Menanggapi hal itu, pada 7 November 1942, pasukan Jepang dikerahkan untuk menangkap Tengku Abdul Jalil. Peristiwa itulah yang menandai awal mula Tengku Abdul Jalil melakukan perlawanan terhadap Jepang.
Contents
Siapa yang melawan Jepang di Cot Plieng pada November 1942?
1. Perlawanan Rakyat Aceh terhadap Jepang – Perlawanan ini terjadi di Cot Plieng, Aceh, dan dipimpin oleh Tengku Abdul Jalil pada November 1942. Kejadian ini berawal dari kesewenang-wenangan Jepang yang memaksa untuk melakukan Seikerei dan ditolak oleh rakyat setempat karena dianggap bertentangan dengan ajaran Islam.
Siapa pemimpin dari Aceh Singaparna dalam melawan Jepang?
KOMPAS.com – Perlawanan rakyat Singaparna adalah aksi perlawanan yang dilakukan rakyat Singaparna terhadap Jepang pada 25 Februari 1944. Perlawanan Rakyat Singaparna dipimpin oleh KH Zainal Mustofa. Perlawanan ini terjadi karena rakyat Singaparna diharuskan melakukan kegiatan Seikerei atau penghormatan terhadap Dewa Matahari. Baca juga: Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap Jepang
Siapa yang memimpin dan apa latar belakang terjadi perlawanan Aceh terhadap VOC?
Latar Belakang Perang Aceh – Mengutip dari buku Sejarah Kebudayaan Islam Madrasah Aliyah Kelas XII, awalnya Belanda melakukan perjanjian damai dengan Aceh. Namun, pemerintah kolonial menyadari Aceh menjadi wilayah penting untuk jalur perdagangan. Akhirnya Aceh melanggar perjanjian kemudian memulai penyerangan.
Belanda membawa pasukan perang sampai 3.000 orang dan mendatangan kapal-kapal perang. Perang dipimpin oleh Mayor Jenderal Kohler pemimpin pasukan. Serangan pertama dimulai di ibu kota Aceh, Masjid Baiturrahman. Perang melawan pasukan Belanda ini berlangsung selama dua minggu. Sampai akhirnya Belanda berhasil menduduki istana.
Namun, perjuangan Belanda menaklukkan istana sia-sia karena Sultan Aceh dan keluarganya berhasil melarikan diri. Sultan pergi ke daerah Lueng Bata di Aceh. Mengutip dari buku IPS Terpadu (Sosiologi, Geografi, Ekonomi, Sejarah) perang Aceh terus terjadi hingga tahun 1912.
- Pahlawan wanita Cut Nyak Dien berjuang dalam perang Aceh, sampai akhirnya menyerah di tahun 1905.
- Emudian perlawanan dilakukan oleh pejuang wanita lain yaitu Tjut Nyak Meutia.
- Namun, Tjut Nyak Meutia gugur dalam perang di tahun 1910.
- Perang Aceh terus terjadi di tahun 1912 meski banyak pemimpin yang gugur di medan perang.
Perang Aceh berakhir setelah Belanda memakai strategi devide et impera. Strategi devide et impera atau politik adu domba. Strategi ini digunakan untuk memecah kedua belah pihak.
Apa perjuangan KH Zainal Mustafa?
Sisi kemanusiaan Sang Pahlawan – Iip mengatakan, banyak buku yang membahas tentang KH Zainal Musthafa. Namun sebagian besar hanya mengupas aspek peperangan dan perlawanan Sang Pahlawan. Sementara sisi lain dari kehidupannya belum banyak yang membahas. Kata Iip, KH Zainal Musthafa memiliki sisi kemanusiaan yang jarang diketahui banyak orang.
- Misalnya, Ajengan Sukamanah ini dikenal sangat dekat dengan santrinya.
- Ia kerap memanggil santri dengan panggilan Silaing (kamu) dan memanggil dirinya Dewek,
- Panggilan tersebut bukan dalam konteks kasar, melainkan bahasa gaul pada waktu itu.
- Selanjutnya, KH Zainal Musthafa juga ternyata pecinta burung.
Ia memberi nama sejumlah burungnya dan sering meminta santri untuk membantu mengurus hewan peliharaan tersebut. “Nah, sisi-sisi kemanusiaan itu belum ada yang mengupas di buku-buku sebelumnya. Kebanyakan hanya fokus pada peperangannya,” kata Iip. Baca juga: 7 Artis Keturunan Pahlawan, Ada Dian Sastrowardoyo hingga Maia Estianty KH Zainal Musthafa adalah pejuang Islam pertama yang mengadakan perlawanan terhadap militer Jepang.
Ia bersama sejumlah santrinya ditangkap dan dipenjara di Tasikmalaya dan kemudian dipindahkan ke Sukamiskin, Bandung. Berdasarkan data dari Wikipedia, KH Zainal Musthafa dieksekusi pada 28 Oktober 1944. Namun Iip berdasarkan penelitiannya melakukan koreksi bahwa Ajengan Sukamanah itu sebenarnya dieksekusi pada 25 Oktober 1944.
Pejuang yang memiliki nama kecil Hudaemi ini dinyatakan sebagai pahlawan nasional pada tahun 1971 dan namanya diabadikan menjadi nama jalan pusat bisnis di Kota Tasikmalaya, HZ Mustofa. Perlawanan Ajengan Sukamanah, KH Zainal Musthafa, di Tasikmalaya pada tahun 1944, disebut sebagai pemberontakan sipil terbesar dalam sejarah militer Jepang di Jawa.
- Hal itu memang diakui sendiri oleh Kenpeitai, polisi militer Jepang, yang berhadapan dengan KH Zainal Musthafa beserta ribuan pengikutnya yang terjadi pada Jumat, 18 Feburari 1944.
- Pengakuan itu disampaikan Keinpetai melalu sebuah dokumen yang diterbitkan dalam buku The Keinpeitai in Java and Sumatra (2010), karya S Barbara Gifford Shimer dan Guy Hobbs.
Buku tersebut kemudian dikutip Iip D Yahya dalam buku biografi KH Zainal Musthafa berjudul Ajengan Sukamanah (2021). Buku tersebut dibedah oleh KNPI Kabupaten Tasikmalaya secara online dan offline pada Sabtu (21/8/2021).
Siapakah ketua dan sebab perlawanan Aceh angkat senjata?
Pembahasan – Salah satu perlawanan terhadap Jepang di Aceh adalah perlawananan rakyat yang terjadi di Cot Plieng yang dikenal dengan ‘Aceh Angkat Senjata.’ Perlawanan ini dipimpin oleh Abdul Jalil seorang ulama muda, guru mengaji di daerah Cot Plieng, Provinsi Aceh.
- Perlawanan ini diilatarbelakangi oleh kekejaman dan kesewenangan pemerintah pendudukan Jepang, terutama terhadap romusa, maka rakyat Cot Plieng melancarkan perlawanan.
- Menolak jalan damai pada tanggal 10 November 1942, Jepang mengerahkan pasukannya untuk menyerang Cot Plieng.
- Pertempuran berlanjut hingga pada tanggal 24 November 1942, Jepang menyerang rakyat yang sedang menjalankan ibadah shalat subuh dan terus melancarkan serangan hingga tiga kali dan berhasil menghancurkan pertahanan rakyat Cot Plieng, setelah Jepang membakar masjid dan banyak rakyat pengikut Abdul Jalil yang terbunuh.
Dalam keadaan terdesak, Abdul Jalil dan beberapa pengikutnya berhasil meloloskan diri ke Buloh Blang Ara. Pun beberapa hari kemudian ketika Abdul Jalil dan pengikutnya sedang mendirikan shalat, mereka ditembaki oleh tentara Jepang sehingga Abdul Jalil gugur sebagai pahlawan bangsa.
Mengapa pasukan PETA di Blitar melakukan pemberontakan terhadap Jepang?
Sejarah 14 Februari 1945: Shodancho Surpiyadi Memimpin Pemberontakan PETA di Blitar. liputan6.com Merdeka.com – Salah satu perjuangan rakyat Indonesia yang terkenal dalam melawan penjajah terjadi 77 tahun lalu, tepatnya pada 14 Februari 1945. Berlokasi di Blitar, Jawa Timur, Shodancho Supriyadi memimpin sepasukan prajurit PETA untuk melakukan pemberontakan terhadap militer Jepang. Latar belakang pemberontakan PETA di Blitar sendiri adalah karena adanya perlakuan diskriminatif dari prajurit Jepang terhadap anggota PETA, dan kemarahan anggota PETA terhadap militer Jepang yang telah membuat rakyat Indonesia banyak menderita.2 dari 4 halaman