Pemimpin Pasukan Belanda Yang Tewas Saat Pertempuran Di Aceh?

0 Comments

Pemimpin Pasukan Belanda Yang Tewas Saat Pertempuran Di Aceh
Perang Aceh merupakan salah satu perang yang dihadapi oleh pemerintah kolonial dalam usahanya untuk menguasai wilayah-wilayah di Hindia Belanda. Perang ini merupakan salah satu perang terlama yang dihadapi oleh pemerintah Hindia Belanda. Meletusnya Perang Aceh ini disebabkan oleh beberapa hal yang diawali oleh diserahkannya wilayah Deli oleh Sultan Ismail kepada Belanda.

  • Padahal wilayah tersebut berada di wilayah Kesultanan Aceh sejak masa Sultan Iskandar Muda.
  • Selain itu, hubungan antara Aceh dengan perwakilan Turki, Amerika Serikat, dan Italia turut menjadi penyebab meletusnya Perang Aceh.
  • Tahun 1873, Belanda menyerang Aceh di bawah pimpinan Jenderal Johan Harmen Rudolf Köhler.

Usaha tersebut gagal, Jenderal Kohler sendiri pun tewas di halaman Masjid Baiturrahman. Di tahun yang sama, Belanda kembali mengirimkan pasukan di bawah pimpinan Jenderal Jan van Swieten. Jumlah pasukan dan peralatan yang dibawa kali ini lebih banyak daripada ekspedisi pertama yang menemui kegagalan.

Dalam ekspedisi kedua, Belanda berhasil menguasai wilayah Aceh setelah berhasil melawan rakyat Aceh. Pihak Aceh kemudian memutuskan untuk meninggalkan Banda Aceh pada tahun 1874. Tak lama kemudian Belanda masuk Banda Aceh dan menganggap perang telah dimenangkan oleh Belanda yang kemudian mengumumkan jika wilayah Aceh menjadi miliknya.

Meskipun begitu rakyat Aceh tetap melawan Belanda. Dalam menghadapi Belanda, pihak Aceh banyak dipimpin oleh beberapa tokoh salah satunya adalah Tjut Nja’ Dien. Ikutnya Tjut Nja’ Dien dalam perang menghadapi Belanda disebabkan karena kematian suami pertamanya Teuku Cek Ibrahim Lamnga pada 28 Juni 1878.

Tak lama setelah kehilangan suaminya, Tjut Nja’ Dien menikah dengan Teuku Umar. Bersama dengan Teuku Umar, Tjut Nja’ Dien ikut dalam perang menghadapi Belanda. Pada tahun 1899 Teuku Umar gugur ketika menghadapi pasukan Belanda yang dipimpin oleh J.B. van Heutsz di Meulaboh. Sejak saat itu ia bertekad untuk terus melakukan perlawanan dan menjadi pimpinan perlawanan pejuang Aceh.

Kata-kata dan cerita-cerita yang sering ia lantunkan di depan rakyat atau pasukannya membuat semangat rakyat Aceh dan pasukannya terjaga untuk melanjutkan perjuangan. Dalam meneruskan perjuangannya, Tjut Nja’ Dien bersama pasukan dan pengikutnya selalu berpindah-pindah tempat agar tidak diketahui pihak Belanda.

Fisik Tjut Nja’ Dien menjadi lemah karena usia yang semakin bertambah, namun ia menolak menyerah. Di sisi lain, pasukan Belanda terus mengikuti gerak-gerik Tjut Nja’ Dien bersama para pengikutnya. Hal itu membuat ruang gerak Tjut Nja’ Dien menjadi semakin sempit. Rakyat yang biasanya ikut membantu Tjut Nja’ Dien semakin lama berkurang karena Belanda tidak segan menghukum siapa saja yang membantu Tjut Nja’ Dien dan pengikutnya.

korps elit belanda (MARSOSE) dihabisi ditanah rencong- Perang Aceh Belanda

Kemudian salah satu pemimpin pasukan Tjut Nja’ Dien, Pang Laot meminta Tjut Nja’ Dien untuk menghentikan perlawanan. Pang Laot melakukan hal itu karena merasa sedih melihat kondisi Tjut Nja’ Dien yang semakin melemah dan merasa jika pasukan Aceh semakin lemah setelah banyak pasukan lain yang gugur dan menyerah kepada Belanda, namun Tjut Nja’ Dien menolak saran dari Pang Laot.

Siapa tokoh Belanda yang mati di Aceh?

Perang Aceh Pertama – Dalam Sejarah Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh disebutkan, pada 22 Maret 1873, kapal Citadel van Antwerpen yang membawa Nieuwenhuyzen telah berlabuh di perairan Bandar Aceh Darussalam. Dia mengirimkan surat kepada sultan Aceh agar mengakui kedaulatan Belanda.

  • Surat balasan sultan Aceh tidak menyinggung apa yang diinginkan Belanda.
  • Arena itu, surat kedua Nieuwenhuyzen menegaskan lagi suratnya yang pertama.
  • Tetapi jawaban sultan Aceh tetap pada pendirian tidak dapat memenuhi ajakan Belanda.
  • Baca juga: Belanda Mengganggu Kemerdekaan Aceh Sikap tegas sultan Aceh membuat Nieuwenhuyzen menyatakan perang pada 26 Maret 1873.
You might be interested:  Pada Masa Raja Siapa Aceh Mencapai Kejayaannya?

Alasannya Aceh telah bersalah melanggar perjanjian niaga, perdamaian, dan persahabatan yang dibuat pada 30 Maret 1857 antara Aceh dan pemerintah Hindia Belanda. Pagi berikutnya kapal Citadel van Antwerpen melepaskan tembakan meriam ke arah sebuah benteng berpasir.

Perang telah dimulai. Para pejuang Aceh terpaksa mengundurkan diri dan meninggalkan kuta (benteng pertahanan) yang terletak di pantai yang segera jatuh ke tangan pasukan Belanda. Kendati demikian, kapal Citadel van Antwerpen terkena dua belas tembakan meriam artileri Aceh. Kohler dan pasukannya tiba pada 5 April 1873.

Pendaratan pasukan mengakibatkan sembilan orang tewas dan 46 orang luka sebagian besar karena serangan kelewang. Baca juga: Marsose dari Eropa sampai Perang Aceh “Rencana perang Kohler sederhana. Akan didirikan sebuah pangkalan di sekitar muara sungai Aceh, dan dari sini mereka maju menuju keraton, kediaman sultan, sekaligus ibu kota.

Begitu pusat pemerintahannya dikuasai, Aceh pasti akan menyerah,” tulis Van ‘t Veer. Tetapi di mana tepatnya letak keraton, mereka tidak tahu. Para perwira hanya tahu dari Buku Saku Ekspedisi Aceh bahwa keraton adalah sebuah tempat yang luas dan besar, yang terdiri dari berbagai kampung, dengan banyak sawah, lapangan, kebun kelapa, serta kira-kira 6.000 jiwa yang bermukim.

Dalam kenyataannya tempat sultan bersemayam paling-paling hanya beberapa ratus orang penghuninya dan letak bangunannya lebih ke sebelah sana sungai. Masjid Raya Baiturrahman di awal abad ke-20. Di sebelah kanan tampak pohon Kohler (Kohlerboom), tempat tewasnya Mayjen J.H.R. Kohler, panglima pasukan Belanda pada Perang Aceh pertama. (Nationaal Archief). Ketika mencari keraton pada 11 April 1873, Kohler menemukan sebuah benteng yang semula diduga adalah keraton: ruang yang dikelilingi tembok dengan beberapa bangunan di dalamnya.

  1. Ternyata benteng itu bukan keraton, tetapi sebuah masjid, yang mati-matian dipertahankan bagaikan sultan sendiri yang bersemayam di sini.
  2. Buku Sejarah Nasional Indonesia: Kemunculan Penjajahan di Indonesia yang disusun oleh Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia, menyebutkan bahwa mula-mula datang kira-kira satu peleton serdadu Belanda mencoba mendekati Masjid Raya Baiturrahman.

Sekira 40 orang pasukan Aceh menyerangnya sehingga mereka mundur kembali.

Siapa itu Jenderal Kohler?

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Johan Harmen Rudolf Köhler
Jendral Kohler pada tahun 1893
Lahir 3 Juli 1818 Groningen, Belanda
Meninggal 14 April 1873 (umur 54) Banda Aceh, Kesultanan Aceh Darussalam
Pengabdian Gubernur Militer Aceh
Pangkat Jendral
Kesatuan Infanteri
Perang/pertempuran Hari Kampanye Ekspedisi Lampongse Perang Aceh I †
Penghargaan Military William Order

Johan Harmen Rudolf Köhler (3 Juli 1818 – 14 April 1873) ialah seorang jenderal Belanda yang memimpin KNIL dalam Perang Aceh Pertama pada tahun 1873,

Siapa nama tokoh perlawanan rakyat Aceh?

Aceh merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang menyimpan banyak catatan sejarah dalam masa perjuangan melawan penjajah baik Belanda maupun Jepang. Begitu banyak pertempuran yang pecah di tanah rencong. Hal ini dikarenakan rakyat Aceh menolak menyerah dan tunduk pada kolonialisme yang merajalela.

Eberanian yang dimiliki oleh rakyat Aceh tidak mengenai jenis kelamin dan usia. Oleh sebab itu, tidak mengherankan bila banyak muncul sosok-sosok pahlawan nasional dari Aceh. Kali ini Direktorat SMP akan mengajak Sobat SMP untuk mengenal tiga sosok pahlawan nasional dari Aceh. Siapa sajakah mereka? 1.

You might be interested:  Mengapa Perlawanan Rakyat Aceh Sulit Ditaklukan Oleh Belanda?

Cut Nyak Dhien Salah satu srikandi Aceh yang terkenal di Nusantara adalah Cut Nyak Dhien, perempuan yang lahir pada tahun 1948 di kampung Lampadang. Sebagai seorang keturunan bangsawan, Cut Nyak Dhien memiliki sifat kepahlawanan yang diturunkan dari sang ayah yang juga berjuang dalam perang Aceh melawan kolonial Belanda.

  1. Ia dikenal sebagai pejuang tangguh dan mampu menghidupkan semangat teman seperjuangan dan pengikutnya.
  2. Hingga menginjak usia senja, Cut Nyak Dhien dan pengikutnya terus bergerilya dan menolak untuk menyerah.
  3. Pada 7 November 1905, Cut Nyak Dhien ditangkap oleh Pang Laot yang sudah bersekutu dengan Belanda.

Setelah ditangkap ia kemudian diasingkan ke Sumedang. Ia akhirnya meninggal pada 6 November 1908 di tempat pengasingannya. Cut Nyak Dhien secara resmi dinobatkan sebagai pahlawan nasional melalui Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 106 Tahun 1964.2.

Cut Meutia Cut Meutia dilahirkan pada tahun 1870. Sang ayah bernama Teuku Ben Daud Pirak dan ibunya bernama Cut Jah. Cut Meutia merupakan anak perempuan satu-satunya dari lima bersaudara. Saat memasuki usia dewasa Cut Meutia dinikahkan dengan Teuku Syamsarif. Namun sayangnya pernikahan tersebut tidak bertahan lama.

Cut Meutia akhirnya membangun rumah tangga bersama Teuku Chik Tunong. Keduanya berjuang bersama menjalankan siasat perang gerilya dan spionase yang diawali pada tahun 1901. Setelah Cik Tunong dijatuhkan hukuman tembak mati oleh Belanda, Cut Meutia tetap melanjutkan perjuangan bersama Pang Nanggroe hingga 25 September 1910.

Pasca wafatnya Pang Nanggroe pun, Cut Meutia tetap melakukan perlawanan bersenjata. Cut Meutia akhirnya meninggal di medan perang pada 25 Oktober 1910. Cut Meutia kemudian ditetapkan sebagai pahlawan nasional melalui Surat Keputusan Presiden Nomor 107/1964 pada tahun 1964.3. Teuku Nyak Arif Apakah Sobat SMP pernah mengetahui sosok pahlawan dari Aceh yang satu ini? Teuku Nyak Arif merupakan anak seorang Ulee Balang Panglima Sagi XXVI mukim, yang lahir pada tanggal 17 Juli 1899 di Ulee Lheue 5 km dari Banda Aceh.

Sejak kecil Teuku Nyak Arif telah dikenal sebagai sosok yang pandai. Menginjak masa remaja rasa nasionalisme kian meninggi. Pada tanggal 16 Mei 1927 Teuku Nyak Arif diangkat menjadi anggota Dewan Rakyat (Volksraad), di samping tetap sebagai Panglima Sagi XXVI mukim.

Siapakah Dr Snouck Hurgronje dalam Perang Aceh?

Temuan penting Dr. Snouck Hurgronje – Pada 23 Mei 1892, Dr. Snouck Hurgronje menulis sebuah laporan kepada pemerintah Belanda yang diberi judul Atjeh Verslag. Laporan tersebut berisi temuannya selama menyamar dan beberapa cara menaklukkan Aceh berdasarkan pihak yang akan dihadapi.

Meskipun sultan berhasil ditundukkan, bukan berarti para kepala daerah akan menyerah begitu saja kepada Belanda. Terlebih lagi, pengaruh para ulama terhadap rakyat sangat kuat. Itulah mengapa, sangat sulit untuk mengalahkan pertahanan rakyat Aceh yang keyakinan agamanya sangat kuat. Dr. Snouck Hurgronje juga menyatakan bahwa satu-satunya jalan baik untuk ditempuh dan akan membawa hasil adalah dengan memecah belah kekuatan yang ada dalam masyarakat Aceh.

Kaum ulama yang memimpin perlawanan harus dihadapi dengan kekuatan senjata. Terkait masalah ini, Dr.Snouck Hurgronje mengusulkan untuk mengadakan serangan umum di Aceh yang dipimpin oleh tokoh Belanda yang bernama J.B van Heutz, Gubernur Sipil dan Militer Aceh.

  • Di samping itu, Belanda akan membuka kesempatan bagi bangsawan Aceh dan anak-anaknya untuk masuk dalam korps pamong praja pemerintah kolonial.
  • Beberapa usulan Dr.Snouck Hurgronje kemudian digunakan oleh Belanda untuk membuat siasat perang yang baru.
  • Penugasan Dr.Snouck Hurgronje pun terbukti mampu membalikkan keberuntungan Belanda.
You might be interested:  Apa Bahan Dasar Mie Aceh?

Pasalnya, beberapa serangan gerilnya berhasil dipatahkan dan Kesultanan Aceh takluk pada 1903. Referensi:

Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto (Eds). (2008). Sejarah Nasional Indonesia IV: Kemunculan Penjajahan di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Berapa korban yang tewas pada saat perang melawan Belanda?

Imperial & Global Forum, August 14, 2017, Oleh: Christiaan Harinck, Nico van Horn dan Bart Luttikhuis Perang dekolonisasi di Indonesia telah berakhir 70 tahun silam namun tidak pernah memperoleh kedudukan yang layak dalam ingatan publik Belanda. Hal ini makin diperkuat lagi oleh absennya korban Indonesia dalam ingatan kultural Belanda: hingga kini, tak seorang pun berupaya memperkirakan jumlah korban kematian dari pihak Indonesia selama perang.

  1. Christiaan Harinck, Nico van Horn, serta Bart Luttikhuis berusaha merintisnya dengan menghitung 97.421 korban Indonesia dari sumber-sumber Belanda.
  2. Angka ini nampaknya menyuguhkan jumlah yang paling sedikit, alih-alih menawarkan perkiraan final dari jumlah korban kematian yang sesungguhnya.
  3. Perang dekolonisasi Indonesia pada 1945-1949 kembali menghinggapi kesadaran publik Belanda selama beberapa tahun terakhir.

Selama beberapa dekade, perang tersebut hanya selintas hadir dalam ingatan publik Belanda –meskipun perang itu adalah salah satu operasi militer terbesar di mana Belanda terlibat. Namun seiring banyaknya kesuksesan di meja hijau, di mana para korban dari Indonesia (dengan bantuan aktivis Belanda) memaksa pemerintah Belanda untuk membayar kompensasi, media dan politisi Belanda selama satu dekade terakhir mulai kembali membahas perang dekolonisasi.

Puncaknya, (untuk sementara ini) pemerintah Belanda mengumumkan akan mendanai proyek riset secara ekstensif. Perang dekolonisasi di Indonesia juga mulai rutin hadir dalam kebudayaan populer Belanda, melalui novel “Tolk van Java” karya Alfred Birney yang baru-baru ini memenangkan penghargaan prestisius “Libris Prize”, serta film laga yang akan digarap oleh sutradara terkenal, Jim Taihuttu, yang dilatari konteks kampanye brutal Belanda menumpas perlawanan di Sulawesi Selatan.

Di antara semua minat terhadap perang dekolonisasi di Indonesia yang baru-baru ini mengemuka, yang menjadi fokus utama adalah sejauh mana angkatan bersenjata Belanda telah melakukan kekejaman perang terhadap kombatan maupun penduduk sipil di Indonesia.

  • Ekejaman perang tersebut berupa eksekusi di tempat tanpa pengadilan ( summary execution ), penyiksaan, pembumihangusan dan seterusnya, adalah bagian yang sulit dipisahkan dari praktek-praktek militer Belanda yang telah terdokumentasikan dengan baik.
  • Namun ternyata, terlepas dari berbagai perhatian mengenai kejahatan perang Belanda tersebut, jumlah korban di pihak Indonesia masih belum diketahui.

Historiografi dan ingatan publik di Belanda masih saja berpijak pada pandangan Europasentris terhadap perang dekolonisasi di Indonesia. Berbeda dari periode sebelumnya, kini catatan kelam dari sejarah Belanda dapat dibahas. Meskipun, perdebatan publik mengenai hal ini masih sangat terisolasi dari sisi Indonesia.

Siapa yang menembak Kohler?

Sepintas hanya disebutkan Kohler mati ditembak seorang sniper dari satuan Kerajaan Aceh Darussalam yang berada di bawah pimpinan Teungku Ibrahim Lamnga atau di bawah Komando Panglima Nyak Makam.

Mengapa pohon Kohler disebut pohon Kohler?

Pohon kohler adalah saksi sejarah rakyat banda aceh. Ketika Kohler tewas pada 14 April 1873 dalam peperangan di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh. Ia terkena tembakan tepat di jantungnya. Seketika, Kohler ambruk bersimbah darah di bawah pohon geulumpang atau yang dikenal denga pohon kohler tersebut.