Rabu, 24 November 2021 07:17 WIB – Suasana halaman Masjid Cut Meutia saat peniadaan Shalat Jumat di Cikini, Jakarta, Jumat, 25 Juni 2021. Pemprov DKI Jakarta melarang umat muslim menggelar Shalat Jumat di masjid yang masuk kawasan zona merah hingga 5 Juli 2021 mendatang. TEMPO / Hilman Fathurrahman W TEMPO.CO, Jakarta – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengubah nama Jalan Inspeksi Kalimalang sisi utara menjadi Jalan Laksamana Malahayati, pahlawan nasional dari Aceh.
- Anies mengatakan peran Laksamana Malahayati dalam menghadapi penjajah patut diapresiasi dan didedikasikan namanya.
- Pergantian nama jalan tersebut berdasarkan Keputusan Gubernur No.1242 Tahun 2021 tentang Penetapan Nama Jalan Laksamana Malahayati menggantikan Nama Jalan Inspeksi Kalimalang Sisi Sebelah Utara.
Selain Laksamana Malahayati, ada banyak pahlawan asal Aceh yang namanya diabadikan di DKI Jakarta. Baik sebagai nama jalan maupun nama tempat. Berikut daftarnya:
Cut Meutia
Cut Nyak Meutia merupakan pahlawan wanita asal Aceh yang dikenal kegigihannya dalam melawan penjajahan Belanda dan kisah asmaranya yang tragis. Ia menikah tiga kali yang mana dua suami terakhirnya tewas ketika sama-sama berperang melawan penjajahan Belanda.
Di DKI Jakarta, nama Cut Meutia diabadikan sebagai nama jalan dan nama masjid di daerah Jakarta Pusat. Mengutip laman jakarta-tourism.go.id, Masjid Cut Meutia diresmikan oleh Gubernur Ali Sadikin pada 1987, Awalnya masjid ini bernama Yayasan Masjid Al-Jihad yang didirikan oleh eksponen ’66 seperti Akbar Tanjung dan Fahmi Idris.
Masjid ini merupakan salah satu peninggalan sejarah pada zaman penjajahan kolonial Belanda dahulu digunakan sebagai kantor pos, kantor jawatan Kereta Api Belanda dan kantor Kempetai Angkatan Laut Jepang (1942 – 1945). Setelah Indonesia merdeka, masjid ini juga pernah dipergunakan sebagai kantor Urusan Perumahan, hingga Kantor Urusan Agama.
Cut Nyak Dhien
Mengutip laman resmi Pemprov Aceh, Cut Nyak Dhien lahir pada 1848 di kampung Lam Padang Peukan Bada. Ia merupakan keluarga bangsawan. Ayah dan ibunya keturunan kepala pemerintahan di Aceh saat itu. Cut Nyak Dhien menikah dua kali. Pertama dengan Teuku Chik Ibrahim dan kedua dengan Teuku Umar.
Teuku Umar
Teuku Umar dikenal karena cara perlawananya terhadap Belanda yang berbeda dari para pejuang Aceh lainnya, termasuk istrinya sendiri, Cut Nyak Dhien. Ia memilih bekerja sama dengan Belanda hingga diangkat menjadi seorang panglima perang dan mendapat berbagai fasilitas seperti uang dan senjata.
Bagaimana perjuangan Cut Nyak Dien?
ACEH DI JULUKI BANGSA MAUT OLEH TENTARA BELANDA, KOK BISA?
Perlawanan saat Perang Aceh – Pada tanggal 26 Maret 1873, Belanda menyatakan perang kepada Aceh, dan mulai melepaskan tembakan meriam ke daratan Aceh dari kapal perang Citadel van Antwerpen, Perang Aceh pun meletus. Pada perang pertama ( 1873 – 1874 ), Aceh yang dipimpin oleh Panglima Polim dan Sultan Machmud Syah bertempur melawan Belanda yang dipimpin Johan Harmen Rudolf Köhler,
Saat itu, Belanda mengirim 3.198 prajurit. Lalu, pada tanggal 8 April 1873, Belanda mendarat di Pantai Ceureumen di bawah pimpinan Köhler, dan langsung bisa menguasai Masjid Raya Baiturrahman dan membakarnya. Kesultanan Aceh dapat memenangkan perang pertama. Ibrahim Lamnga yang bertarung di garis depan kembali dengan sorak kemenangan, sementara Köhler tewas tertembak pada April 1873,
Pada tahun 1874 – 1880, di bawah pimpinan Jenderal Jan van Swieten, daerah VI Mukim dapat diduduki Belanda pada tahun 1873, sedangkan Keraton Sultan jatuh pada tahun 1874, Cut Nyak Dhien dan bayinya akhirnya mengungsi bersama ibu-ibu dan rombongan lainnya pada tanggal 24 Desember 1875, Cut Nyak Dien, setelah tertangkap oleh pihak Belanda Teuku Umar, tokoh pejuang Aceh, melamar Cut Nyak Dhien.