Nama Pemimpin Perempuan Yang Pertama Kerajaan Aceh Darussalam Adalah?

0 Comments

Nama Pemimpin Perempuan Yang Pertama Kerajaan Aceh Darussalam Adalah
Penelitian ini menjelaskan strategi yang digunakan Sultanah Safiatuddin selama masa kepemimpinannya di Kesultanan Aceh Darussalam. Sultanah Safiatuddin merupakan pemimpin wanita pertama yang tercatat dalam sejarah Kesultanan Aceh Darussalam. Beliau diangkat menjadi pemimpin menggantika suaminya, Sultan Iskandar Tsani.

Siapakah nama perempuan yang pernah memimpin Kerajaan Aceh?

Rabu, 29 Desember 2021 – 05:01 WIB loading. Nama Pemimpin Perempuan Yang Pertama Kerajaan Aceh Darussalam Adalah Sulthanah Shafiatuddin, perempuan pertama yang memimpin Kerajaan Aceh.Foto/ist A A A Nama perempuan Aceh seperti Cut Nyak Dien, Laksamana Malahayati, dan Cut Muetia, sudah terbukti perjuanganya di Serambi Mekah. Tapi mereka bukan satu-satunya wanita hebat di negeri rencong.

  1. Jauh sebelum nama-nama besar itu muncul, Aceh sudah punya sosok perempuan hebat bernama Sulthanah Shafiatuddin.
  2. Dia merupakan pemimpin perempuan pertama di Kerajaan Aceh Darussalam.
  3. Ehadiran pemimpin perempuan saat itu memunculkan pro dan kontra.
  4. Namun, ketika sang suami, Sultan Iskandar Tsani, wafat, sangat sulit untuk mencari penggantinya.

Apalagi di jalur keluarga Sultan Iskandar Tsani, tidak ada keturunan laki-laki. Baca juga: Kharisma Ratu Shima, Disegani dan Adil Perintahkan Putranya Dihukum Potong Tangan Mengutip nu.online.id, untuk menggantikan Sultan Iskandar Tsani yang mangkat, muncul pertimbangan mengangkat sang istri, Ratu Shafiatuddin Syah sebagai Sulthanah di Kerajaan Aceh Darussalam yang pernah dipimpin Sultan Iskandar Muda memimpin Aceh sejak 1607-1636, sang ayah Shafiatuddin Syah.

  • Dia merupakan putri tertua Raja yang memimpin Kerajaan Aceh Darussalam di era 1636-1641 tersebut.
  • Sultan Iskandar Muda yang wafat pada 1636 tidak mempunyai putra mahkota dan digantikan oleh Sultan Iskandar Tsani, menantunya.
  • Iskandar Tsani adalah putra Sultan Ahmad Syah, Sultan Pahang (kini wilayah Malaysia) yang menikah dengan Shafiatuddin Syah setelah Sultan Iskandar Muda menaklukkan Pahang pada 1617.

Era Sultan Iskandar Tsani tidak lama, yaitu 1636-1641 yang juga merupakan tahun kematiannya. Situasi politik yang mendesak saat itu kemudian menempatkan Shafiatuddin sebagai pemimpin Kesultanan Aceh Darussalam berikutnya dengan gelar Paduka Sri Sultanah Ratu Safiatuddin Tajul-‘Alam Syah Johan Berdaulat Zillu’llahi fi’l-‘Alam binti al-Marhum Sri Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam Syah.

Debat soal boleh tidaknya pemimpin perempuan dalam pemerintahan Islam ternyata sudah terjadi ketika Ratu Shafiatuddin diajukan untuk memimpin Kerajaan Aceh Darussalam. Ada sejumlah kalangan yang tidak setuju atas naik tahtanya Ratu Safiatuddin. Terjadilah beberapa kali aksi pemberontakan juga upaya pengkhianatan untuk mendongkel kepemimpinan sang ratu.

Kondisi saat itu bertambah rumit bagi dirinya karena Sulthanah Shafiatuddin juga harus menghadapi ancaman eksternal seiring menguatnya pengaruh VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) setelah berhasil merebut Malaka dari Portugis pada awal tahun 1641.

Berapa periode Kerajaan Aceh Darussalam dipimpin oleh wanita salah satunya adalah?

Para Sultanah Pemimpin Aceh – Empat Sultanah (Ratu) mempimpin Aceh sepanjang 59 tahun berturut-turut sejak 1641 sampai 1699. Yang pertama adalah Sultanah Safiatuddin, putri Sultan Iskandar Muda (1607–1636). Perempuan itu didaulat menjadi pemimpin menggantikan suaminya Sultan Iskandar Tsani (1636-1641).

  • Usai Iskandar Tsani meninggal, tiga hari sesudah berkabung, para pembesar kerajaan sepakat mengangkat jandanya, Safiatuddin, menjadi sultanah.
  • Ada sejumlah perdebatan, dan pengangkatannya tidak mudah karena sebagian menentang perempuan menjadi raja.
  • Para penentang berargumen pengangkatan perempuan sebagai raja tak sesuai dengan hukum Islam.

Dalam hukum Islam, menurut tafsiran sebagian pihak. Jangankan menjadi pria, menjadi imam dan menjadi wali pun perempuan tidak diperbolehkan. Ilustrasi lukisan Sultanah Safiatuddin. Dok. Wikipedia Dalam buku ‘ 59 Tahun Aceh Merdeka di Bawah Pemerintahan Ratu ‘, Prof.

  1. Ali Hasjmy menulis, musyawarah kerajaan dilakukan untuk memecah kebuntuan.
  2. Dalam duek pakat itu, seorang ulama terkemuka di Kerajaan Aceh pada waktu itu, Teungku Abdurrauf as-Singkili, yang dikenal sebagai Teungku Syiah Kuala, menyarankan untuk memisahkan antara urusan agama dan urusan pemerintahan.
  3. Maka kukuhlah pengangkatan Ratu Safiatuddin sebagai Sultanah Aceh dengan gelar Seri Sultan Tajul Alam Safiatuddin Syah berdaulat Zil Allah, Fil- alam ibnat Sultan Raja Iskandar Muda Johan Berdaulat.

Sultanah Safiatuddin kemudian memerintah sampai wafat pada tahun 1675. Setelah itu, tiga periode berturut-turut, Kesultanan Aceh Darussalam dipimpin oleh perempuan. Mereka adalah Ratu Naqiatuddin Syah (1675-1678 M), Ratu Zakiatuddin Syah (1678-1688 M), dan Ratu Kamalat Syah (1688-1699 M).

  • Saat para perempuan itu memerintah, Tgk Syiah Kuala adalah ulama besar di Aceh yang diangkat sebagai penasihat kerajaan dengan gelar Kadhi Malikul Adil.
  • Bernama asli Keumala Hayati, Laksamana Malahayati adalah perempuan pejuang pada masa Kesultanan Aceh Darussalam.
  • Pada tahun 1585–1604, dia memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana Panglima Rahasia dan Panglima Protokol Pemerintah dari Sultan Saidil Mukammil Alauddin Riayat Syah IV.
You might be interested:  Kode Pos Jalan Diponegoro Banda Aceh?

Ketika itu, Malahayati memimpin 2.000 orang pasukan Inong Balee (pasukan perang perempuan Aceh). Pada 11 September 1599, Malahayati membunuh pimpinan pasukan perang Belanda, Cornelis de Houtman dalam sebuah pertempuran di atas kapal di perairan laut Aceh, dan menawan adiknya Frederick de Houtman, yang belakangan dibebaskan dan kembali ke Belanda.

Laksamana Malahayati. Dok. wikipedia Houtman bersaudara tercatat sebagai orang Belanda yang pertama kali ke Nusantara, tepatnya di Pelabuhan Banten, 27 Juni 1596. Mereka kemudian keliling pulau Jawa untuk mencari rempah-rempah sampai tiba di Aceh pada pertengahan Juni 1599 dengan dua kapal besar. Kedatangan mereka awalnya diterima baik-baik oleh pemimpin Aceh, sampai kemudian karena kesombongan dan provokasi seorang Portugis kepercayaan Sultan Alauddin, pertempuran pun terjadi.

Makam Laksamana Malahayati berada di bukit Krueng Raya, Lamreh, Aceh Besar.

Siapakah sultanah Nashriyah?

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Beberapa atau seluruh referensi dari artikel ini mungkin tidak dapat dipercaya kebenarannya, Bantulah dengan memberikan referensi yang lebih baik atau dengan memeriksa apakah referensi telah memenuhi syarat sebagai referensi tepercaya, Referensi yang tidak benar dapat dihapus sewaktu-waktu.

table>

Nahrasiyah Sultanah Nahrasiyah Malikul Zahir Lukisan Sultanah Nahrasiyah Berkuasa 1406 – 1428 M Penobatan Ratu yang arif dan bijaksana serta mengangkat harkat dan martabat perempuan begitu mulia sehinga banyak yang menjadi penyiar agama pada masa pemerintahannya. Pendahulu Sultan Zainal Abidin I Penerus Sultan Zainal Abidin II Lahir Kesultanan Samudera Pasai Pemakaman Kuta Krueng, Samudera, Aceh Utara
Nama lengkap
Sultanah Nahrasiyah Malikul Zahir Sultanah

/td> Ayah Sultan Zainal Abidin I Agama Islam

Sultanah Nahrasyiyah adalah adalah seorang Sultanah / Ratu di Kesultanan Samudera Pasai, Ia merupakan puteri dari Sultan Zainal Abidin bin Ahmad bin Muhammad bin Al-Malik Ash-Shahih, wafat pada 831 H/ 1428 M. Dikenal juga dengan sebutan Putri Nahrisyah merupakan Ratu yang memerintah Kerajaan Samudera Pasai dalam rentang waktu (1406-1428 Masehi).

Siapakah sultanah Nahrisyah itu jelaskan?

Nama Pemimpin Perempuan Yang Pertama Kerajaan Aceh Darussalam Adalah Replika Nisan Nahrisyah Semen Gampong Beuringin, desa Meunasah Kuta Krueng, kecamatan Samudera, Aceh Utara, Nangroe Aceh Darussalam Aksara Arab bergaya Kufi Bahasa Arab dan Melayu Tahun 831 Hijriyah (= 1428 Masehi) Tg.108 cm; Lb.77 cm; Tb.20 cm No. Reg.44549 Replika dari nisan Sultanah Nahrasiyah ini aslinya terdapat di Samudra Pasai, Aceh.

Nisan Sulthanah Nahrisyah adalah salah satu tinggalan budaya materi, bukti bertulis dari masa penyebaran Islam di Nusantara. Setelah adanya penyebaran agama Islam, aksara Arab mulai dikenal dan berkembang di Nusantara. Aksara Arab pertama yang dikenal di Indonesia dituliskan pada nisan yang ditemukan di desa Leran, Gresik dalam bahasa Arab dengan kaligrafi kath Kufi.

Pada perkembangan selanjutnya, aksara Arab tidak hanya digunakan untuk menulis teks-teks agama saja, tetapi juga hal-hal yang menyangkut kehidupan sosial sehari-hari, seperti teks-teks sastra, hukum, perdagangan, dan sebagainya. Sultanah Nahrisyah atau Nahrasiyah adalah keturunan Sultan Malik as-Saleh, merupakan raja perempuan pertama di Aceh yang memimpin Kerajaan Samudera Pasai.

  1. Samudera Pasai sendiri merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia yang berdiri sejak tahun 1267 Masehi.
  2. Sulthanah Nahrisyah memimpin kerajaan Samudera Pasai menggantikan Sulthan Zainal Abidin yang mangkat tahun 1405 Masehi.
  3. Sulthanah Nahrisyah wafat di tahun 1428 Masehi dan dimakamkan berdampingan dengan makam ayahnya, Sultan Zainal Abidin, merupakan makam terindah di Asia Tenggara.

Nisan Sulthanah Nahrisyah dipenuhi aksara Arab berbahasa Arab dan Melayu Kuno dengan khat Kufi yang indah, yaitu kaligrafi Arab tertua yang berasal dari kota Kufah. Nisan tersebut memuat keterangan bahwa bahwa “Inilah kubur wanita yang bercahaya yang suci, Ratu yang terhormat, Almarhumah yang diampunkan dosanya Nahrasiyah, putri Sultan Zainal Abidin putra Sultan Ahmad putra Sultan Muhammad putra Sultan Malik As-Shaleh.

Epada mereka itu dicurahkan rahmat dan diampunkan dosanya, mangkat dengan rahmat Allah pada hari Senin 17 Dzulhijah 831 H/ 1428″. Selain itu dituliskan ayat Kursi, surah Yasin, kalimat Syahadat, penggalan surah Ali Imran ayat 18-19 dan surah Al Baqarah ayat 285-286.J.P. Moquette berpendapat bahwa nisan Maulana Malik Ibrahimdi Gresik, Timur dannisan Sultanah Nahrisyah atau Nahrasiyah berasal dari Cambay, Gujarat, India.

Pendapatnya ini didasarkan atas kesamaan bahan, jenis huruf, dan cara menulis pada nisan Maulana Malik Ibrahim, nisan Sultanah Nahrsaiyah dengan sebuah nisan dari Cambay, yaitu nisan Umar bin Ahmad al Khazaruni yang wafat pada tahun 1333.

Siapa nama raja Islam pertama di Aceh?

Kerajaan Samudera Pasai terletak di Aceh, dan merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia. Kerajaan ini didirikan oleh Meurah Silu pada tahun 1267 M.

Apakah ada sultan perempuan?

Dimulai dari Hürrem Sultan,Nurbanu Sultan,Safiye sultan,dan berakhir di Kosem Sultan, keempat perempuan ini mempunyai peran yang besar disetiap era kepemimpinan nya.

You might be interested:  Apa Makna Beulangong Dalam Bahasa Aceh?

Siapakah nama raja perempuan Kerajaan Samudra Pasai?

Sabtu, 20 November 2021 – 06:51 WIB loading. Nama Pemimpin Perempuan Yang Pertama Kerajaan Aceh Darussalam Adalah Sultanah Malikah Nahrasiyah atau Ratu Nahrasiyah merupakan sultan perempuan pertama di Kerajaan Samudera Pasai. Foto/Facebook @SejarahAceh A A A LHOKSEUMAWE – KERAJAAN Samudera Pasai di Aceh termashyur dan pernah memiliki pengaruh kuat dan menggentarkan di kawasan Asia Tenggara saat dipimpin Sultanah Malikah Nahrasiyah. Nama Pemimpin Perempuan Yang Pertama Kerajaan Aceh Darussalam Adalah Makam Sultanah Malikah Nahrasiyah di kompleks pemakaman Gampong Kuta Krueng, Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara. Foto/atjehliterature Sultanah Malikah Nahrasiyah merupakan keturunan Sultan Malik as-Saleh yang merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia.

  1. Dalam sejarahnya, Kerajaan Samudera Pasai berdiri sejak 1267 Masehi.
  2. Baca juga: Kehebatan Mpu Nala Panglima Angkatan Laut Majapahit Penguasa Lautan yang Gentarkan Kekaisaran Mongol Saat itu, Ratu Nahrasiyah naik tahta menjadi Sultanah Samudera Pasai menggantikan ayahnya, Sulthan Zainal Abidin yang wafat pada 1405 Masehi.

Sejarawan Aceh, T Ibrahim Alfian dalam tulisannya menyebut saat memimpin Samudera Pasai pada 1404 hingga 1428 Masehi, Sultanah Malikah Nahrasiyah memimpin dengan bijaksana, penuh kasih sayang dan menonjolkan sifat keibuan. Di bawah kepemimpinan Sultanah Malikah Nahrasiyah, Samudera Pasai mengalami kemajuan pesat dan menjadi kerajaan yang mampu mengendalikan ekonomi di wilayah Asia Tenggara.

Oin emas menjadi mata uang selain dinar. Setelah 24 tahun memerintah, Ratu Nahrasiyah wafat pada 128 Masehi. Jasadnya dimakamkan berdampingan dengan makam sang ayah, Sultan Zainal Abidin di kompleks pemakaman Gampong Kuta Krueng, Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara. Baca juga: Dyah Wiyat, Kisah Cinta Segitiga dan Perselingkuhan di Kerajaan Majapahit Lokasinya sekitar 18 km sebelah Timur Kota Lhokseumawe.

Makam Ratu Nahrasiyah berada di kompleks II (Kuta Karang), dan tidak jauh dari makam Sultan Malikussaleh. Konon, kompleks makam Ratu Nahrasiyah terindah disebut-sebut Asia Tenggara. Di antaranya diketahui dari nisan Ratu Nahrasiyah dengan tulisan aksara Arab berbahasa Arab dan Melayu Kuno dengan khat Kufi atau kaligrafi Arab tertua. 3 jam yang lalu 3 jam yang lalu 3 jam yang lalu 3 jam yang lalu 4 jam yang lalu 5 jam yang lalu

Siapakah nama asli dari Malik Zahir 2?

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Mahmud Malik azh-Zhahir adalah seorang sultan penguasa Kesultanan Samudera Pasai, yang bertahta pada abad ke-14. Ia dikunjungi oleh pengelana Ibnu Bathuthah antara tahun 1345-46, yang menjadi tamunya selama 15 hari.

Disebutkan dalam catatan Ibnu Bathuthah, bahwa Sultan Malik azh-Zhahir adalah seorang pemimpin yang amat dihormati oleh rakyatnya, serta juga berperan sebagai panglima dalam menundukkan wilayah-wilayah disekitar kesultanannya. Sultan menganut Mazhab Syafi’i, taat beribadah, dan mempunyai dewan penasihat yang terdiri dari para pejabat tinggi dan ulama.

Sultan dapat ber bahasa Arab dengan fasih, serta sederhana dalam kehidupan sehari-harinya.

Apa isi dari naskah surat Sultan Zainal Abidin?

Naskah Surat Sultan Zainal Abidin Naskah Kuno / Manuskrip – 2018-09-20 14:31:49 | Beny Gunarta | 0 Komentar | Share: Laporkan Nama Pemimpin Perempuan Yang Pertama Kerajaan Aceh Darussalam Adalah Naskah Surat Sultan Zainal Abidin, surat ini ditulis oleh Sultan Zainal Abidin dan diberikan kepada Kapten Moran sebelum ia meninggal. Surat tersebut ditulis pada tahun 1518 M dengan menggunakan aksara Arab. Naskah surat tersebut berisi tentang keadaan Samudera Pasai pada abad ke 16 M, tepatnya saat Portugis berhasil menguasai Malaka pada tahun 1511 M.

Pada masa pemerintahan siapa Kerajaan Samudra Pasai mencapai masa keemasan?

Kompas.com – Kerajaan Samudera Pasai terletak di Aceh. Kerajaan Samudera Pasai merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia. Kerajaan Samuderan pasai didirikan oleh Meurah Silu pada 1267 M. Setelah masuk Islam, Meurah Silu berganti nama Malik Al Saleh.

  • Ia bergelar Sultan Malik Al Saleh.
  • Sultan Malik Al Saleh memerintah pada tahun 1285-1297.
  • Pada masa pemerintahannya, ia didatangi seorang musafir dari Venetia (Italia) pada 1292 yang bernama Marcopolo.
  • Melalui catatan Marcopolo ini lah diketahui bahwa raja Samudera Pasai bergelar Sultan.
  • Wilayah kerajaan menjadi daerah di nusantara yang pertam kali dikunjungi oleh para pedagang dan pelayar.

Hal ini dikarenakan, letaknya yang strategis di jalur perdagangan internasional, yakni di pesisir utara Sumatera, tepatnya di dekat Kota Lhokseumawe, Aceh. Baca juga: Sejarah Selat Malaka, Letak, dan Jalur Perdagangan Sejak Kerajaan Samudera Pasai Kerajaan Samudera Pasai berhasil mencapai puncak kejayaan pada pemerintahan Sultan Mahmud Malik Az Zahir atau Sultan Malik al Tahir II (1326-1345). Nama Pemimpin Perempuan Yang Pertama Kerajaan Aceh Darussalam Adalah Dirham, mata uang kuno Kerajaan Samudera Pasai Samudera Pasai Mencapai Kejayaan Di bawah pemerintahan Sultan Mahmud Malik Az Zahir, Samudera Pasai berkembang menjadi pusat perdagangan internasional. Setiap tahun, Kerajaan Samudera Pasai mampu mengekspor lada, sutra, kapur barus, dan emas dalam jumlah besar.

Pada masa ini pemerintahan Samudera Pasai terus menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan Islam di India maupun Arab. Di masa kejayaannya, Samudera Pasai mengeluarkan mata uang emas yang disebut dirham. Uang tersebut digunakan sebagai uang resmi kerajaan. Disamping sebagai pusat perdagangan, Samudera Pasai juga merupakan pusat perkembangan agama Islam.

Baca juga: Museum Samudera Pasai di Aceh Utara Tetap Buka Saat Libur Nataru Dengan letaknya yang strategis, Samudera Pasai berkembang menjadi kerajaan Maritim. Samudera Pasai menggantikan peranan Sriwijaya di Selat Malaka. Kerajaan Samudera Pasai memiliki pengaruh di pelabuhan-pelabuhan penting di Pidie, Perlak, dan lain-lain.

Catatan Sejarah Kerajaan Samudera Pasai Bukti-bukti arkeologis tentang keberadan Kerajaan Samudera Pasai ditemukan melalui makam raja-raja Pasai di kampung Gedong, Aceh Utara. Makam tersebut terletak di Desa Beuringin, dekat reruntuhan bangunan pusat kerajaan. Wilayah ini berjarak 17 km sebelah timur Lhokseumawe.

Salah satu dari makam-makam raja tersebut terdapat nama Sultan Malik Al Saleh. Dari karya tulis Hikayat Raja Pasai, yang pada awal teks tertulis 1360 H, menandai dimulainya perkembangan sastra Melayu klasik di bumi nusantara. Baca juga: Peninggalan Kerajaan Samudera Pasai Dari catatan kunjungan Ibnu Batutah, utusan Sultan Delhi, Samudera Pasai merupakan pelabuhan penting dan istananya disusun dan diatur sesuai gaya India.

You might be interested:  Bagaimana Cara Belanda Menaklukan Rakyat Aceh?

Jelaskan siapa pendiri Kerajaan Aceh Darussalam,sebutkan raja2 yang pernah memerintah di Kerajaan Aceh Darusalam?

Suara.com – Aceh sebelum menjadi sebuah provinsi seperti sekarang dulunya merupakan wilayah kerajaan. Nah, apakah kalian tahu bagaimana sejarah Kerajaan Aceh ? Siapa saja raja Kerajaan Aceh dahulu kala? Dan Apa peninggalan Kerajaan Aceh yang ditemukan? Jawaban pertanyaan itu akan ditemukan dalam artikel berikut.

Kerajaan Aceh adalah kerajaan Islam yang didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada 1496 M. Sebelum akhirnya runtuh di awal abad ke-20, Kesultaan Kerajaan Aceh baru menjadi penguasa di tahun 1524 M usai mengambil alih Samudera Pasai. Kerajaan yang terletak di Kutaraja atau yang lebih dikenal dengan Banda Aceh ini mencapai puncak kejayaannya saat masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M).

Berikut sejarah Kerajaan Aceh selengkapnya. Baca Juga: Sejarah Kerajaan Singasari Lengkap dengan Bukti Peninggalannya Sejarah Kerajaan Aceh Kerajaan Aceh berdiri setelah kekuatan Barat tiba di Malaka. Untuk mencegah penguasaan para pendatang itu, Sultan Ali Mughayat Syah menyusun strategi perlawanan dengan menyatukan kerajaan-kerajaan kecil di bawah naungan Kerajaan Aceh Selain itu, Sultan Ali Mughayat Syah juga membentuk angkatan darat dan laut, serta membuat dasar-dasar politik luar negeri, seperti berikut:

Menjalin persahabatan yang lebih erat dengan kerajaan-kerajaan Islam di NusantaraMencukupi kebutuhan sendiri, sehingga tidak bergantung pada pihak luarMenjalankan dakwah Islam ke seluruh nusantaraMenerima bantuan tenaga ahli dari pihak luarBersikap waspada terhadap barat

Puncak Kejayaan Kerajaan Aceh Setelah Sultan Iskandar Muda menggantikan Sultan Ali Riayat Syah (1604-1607 M), kerajaan Aceh mengalami kemajuan yang luar biasa hingga mencapai masa kejayaannya. Di bawah kepemimpinan Sultan Iskandar Muda, Kerajaan Aceh mampu menguasai jalur perdagangan bahkan menjadi bandar transit bagi pedagang-pedagang Islam di Barat.

Apa sajakah yang menjadi penyebab kemunduran Kesultanan Aceh?

Masa Kemunduran – Kemunduran Kesultanan Aceh disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya ialah makin menguatnya kekuasaan Belanda di pulau Sumatra dan Selat Malaka, ditandai dengan jatuhnya wilayah Minangkabau, Siak, Tiku, Tapanuli, Mandailing, Deli, Barus (1840) serta Bengkulu kedalam pangkuan penjajahan Belanda. Diplomat Aceh di Penang, Duduk: Teuku Kadi Malikul Adil (kiri) dan Teuku Imeum Lueng Bata (kanan). Sekitar tahun 1870-an Hal ini bisa ditelusuri lebih awal setelah kemangkatan Sultan Iskandar Tsani hingga serangkaian peristiwa nantinya, dimana para bangsawan ingin mengurangi kontrol ketat kekuasaan Sultan dengan mengangkat janda Iskandar Tsani menjadi Sultanah.

Beberapa sumber menyebutkan bahwa ketakutan akan kembalinya Raja tiran (Sultan Iskandar Muda) yang melatar-belakangi pengangkatan ratu. Sejak itu masa damai terasa di Aceh, para Ulèëbalang bebas berdagang dengan pedagang asing tanpa harus melalui pelabuhan sultan di ibu kota, Lada menjadi tanaman utama yang dibudidayakan seantero pesisir Aceh sehingga menjadi pemasok utama lada dunia hingga akhir abad 19.

Namun beberapa elemen masyarakat terutama dari kaum wujudiyah menginginkan penguasa nanti adalah seorang laki-laki bergelar Sultan. Mereka mengklaim bahwa pewaris sah masih hidup dan tinggal bersama mereka di pedalaman. Perang saudara pecah, masjid raya, Dalam terbakar, kota Bandar Aceh dalam kegaduhan dan ketidak-tentraman.

  1. Menindaklanjuti pertikaian ini, Kadhi Malikul Adil (semacam mufti agung) Tgk.
  2. Syech Abdurrauf As-Sinkily melakukan berbagai reformasi terutama perihal pembagian kekuasaan dengan terbentuknya tiga sagoe,
  3. Hal ini mengakibatkan kekuasaan sultanah/sultan sangat lemah dengan hanya berkuasa penuh pada daerah Bibeueh (kekuasaan langsung) semata.

Perang saudara dalam hal perebutan kekuasaan turut berperan besar dalam melemahnya Kesultanan Aceh. Pada masa Sultan Alauddin Jauhar Alamsyah ( 1795 – 1824 ), seorang keturunan Sultan yang terbuang Sayyid Hussain mengklaim mahkota kesultanan dengan mengangkat anaknya menjadi Sultan Saif Al-Alam.

  • Perang saudara kembali pecah namun berkat bantuan Raffles dan Koh Lay Huan, seorang pedagang dari Penang kedudukan Jauhar (yang mampu berbahasa Prancis, Inggris dan Spanyol) dikembalikan.
  • Tak habis sampai disitu, perang saudara kembali terjadi dalam perebutan kekuasaan antara Tuanku Sulaiman dengan Tuanku Ibrahim yang kelak bergelar Sultan Mansur Syah (1857-1870).

Sultan Mansyur Syah berusaha semampunya untuk memperkuat kembali kesultanan yang sudah rapuh.