Aceh menjadi salah satu wilayah yang paling sulit ditaklukkan oleh Belanda di Nusantara. Hal ini dikarenakan Aceh memiliki pemimpin perang yang hebat serta memiliki kekuatan militer dan sipil yang tangguh. Pemerintah Aceh juga pada masa silam telah menjalin hubungan diplomasi dengan banyak negara luar, salah satunya yang paling signifikan adalah dengan Turki Utsmani.
- Tindak tanduk Aceh di kancah internasional membuat Belanda berpikir dua kali jika ingin menguasai Aceh secara drastis.
- Sejak masuk ke Nusantara, pada tahun 1850-an, Kompeni Belanda baru menyatakan perang dengan Aceh pada tahun 1870-an.
- Lantaran perjanjian antara Belanda dan kerajaan Aceh dilanggar oleh Belanda.
Sejak Saat itu perang terus berkecamuk di berbagai titik di tanah Serambi Mekah. Belanda baru berhasil menaklukkan Aceh secara menyeluruh pada tahun 1914 atau 31 tahun sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Belanda harus bekerja ekstra untuk menaklukkan pejuang-pejuang dari Aceh yang tangguh.
Contents
- 1 Mengapa Aceh sangat sulit untuk ditaklukkan Belanda?
- 2 Apakah Aceh pernah di Jajah Belanda?
- 3 Mengapa Belanda menggunakan politik adu domba untuk menundukkan rakyat Aceh?
Mengapa Aceh sangat sulit untuk ditaklukkan Belanda?
Sulitnya Menaklukkan Aceh – Pasukan Aceh yang terdiri atas para ulebalang, ulama, dan rakyat terus mendapat gempuran dari pasukan Belanda. Pertempuran sengit di antara keduanya berlangsung dalam upaya memperebutkan Masjid Raya Baiturrahman. Namun, pasukan Aceh terus melakukan perlawanan, hingga pada akhirnya Jenderal JHR Kohler wafat di tangan pasukan Aceh.
- Ematian Kohler ini membuat pasukan Belanda terpaksa ditarik mundur ke pantai.
- Dari kegagalan tersebut, Belanda kembali merapatkan barisannya pada serangan kedua, 9 Desember 1873 di bawah pimpinan Jan van Swieten.
- Dalam serangan kedua ini, Belanda berhasil membakar Masjid Raya Baiturrahman dan menduduki Keraton Sultan.
Kendati demikian, rupanya persiapan Belanda masih tidak lebih matang dibandingkan rakyat Aceh. Bagian pantai utara dan timur yang biasa dijadikan tempat masuk kapal-kapal dijaga dengan sangat baik oleh rakyat Aceh. Baca juga: Budaya Djaja, Majalah Kebudayaan Umum Tahun 1970 Begitu juga dengan jalur darat di selatan dan pantai barat yang tidak kalah ketat dari penjagaan pasukan Kerajaan Aceh.
Untuk menghancurkan pertahanan, Belanda berusaha menghancurkan perkampungan dan pelabuhan dengan melakukan tembakan meriam. Kemudian, Belanda juga memanfaatkan orang-orang yang mudah diperalat untuk menjalankan siasat pecah belah. Namun, cara ini tetap tidak membuat pasukan Aceh mundur. Pasukan Aceh justru semakin mempersatukan kekuatan mereka dengan semaksimal mungkin dalam melawan Belanda.
Kenapa Aceh Sangat Sulit Ditaklukkan Oleh Belanda ?
Selain itu, rakyat Aceh juga tidak mudah terbuai dengan adu domba yang dilakukan Belanda. Oleh sebab itu, Aceh menjadi wilayah yang sangat sulit ditaklukkan oleh Belanda. Artikel ini telah tayang di Historia dengan judul ” Upaya Belanda Mengalahkan Aceh “.
Apa yang menjadi faktor perlawanan Aceh begitu lama dalam menghadapi Belanda?
Penjelasan: Dalam sejarah menggapai kemerdekaan, Indonesia selalu diwarnai dengan peperangan dan pertumpahan darah dari rakyat untuk mempertahankan tanah air tercinta di berbagai daerah Nusantara. Mulai dari Sabang hingga Merauke. Dari berbagai peperangan tersebut, terdapat satu peperangan yang menarik perhatian saya karena termasuk sebagai salah satu perang terlama di dunia.
Yaitu, Perang Aceh. Bagaimana tidak ? Perang ini berlangsung selama 31 tahun, dari tahun 1873 – 1904. Dan memakan korban yang jumlahnya tidak main main, yaitu sekitar 90.000 – 100.000 orang. lalu, apa hal yang membuat perang ini berlangsung begitu lama ? berikut merupakan penjelasannya. Pada awalnya, perang ini disebabkan oleh 2 Faktor, yaitu Faktor Umum dan Faktor Khusus.
Faktor umum perang ini antara lain : 1. Kecurigaan Belanda terhadap kerajaan Aceh, Bahwasanya kerajaan Aceh memiliki hubungan politik dengan Negara lain.2. Karena ingin menguasai Aceh, Belanda pun melanggar Perjanjian London pada tahun 1824.3. Aceh kerap menghambat dan menenggelamkan kapal Belanda yang berlayar di Selat Malaka, karena Aceh menuduh bahwa Belanda telah melanggar janjinya.4.
Belanda menuduh bahwasanya Aceh tidak ingin menjalin Kerja Sama.5. Adanya perjanjian Siak pada tahun 1858, yang mengharuskan Aceh menyerahkan beberapa wilayahnya. yaitu wilayah Asahan, Langkat, Deli dan Serdang. Sementara Faktor Khusus terjadinya perang ini adalah karena Belanda ingin agar Aceh mengakui kedaulatannya di Aceh, tapi tentunya hal ini ditolak mentah mentah oleh Kerajaan dan Rakyat Aceh.
Karena merasa geram, beberapa hari setelah penolakan tersebut Belanda pun mendeklarasikan perang melawan Aceh. Tepat pada tanggal 26 Maret 1873, Belanda melancarkan serangan pertamanya dengan membawa 3.000 kapal perang dan menembakkan meriam kedaratan Aceh, oleh kapal perang Citadel Van Antwerpen.
- Setelah pergencatan senjata dilakukan keduanya, Pada tanggal 13 Oktober 1880 Ibu Kota Aceh berhasil ditaklukan oleh Belanda.
- Dengan ini, Belanda mengira bahwa mereka telah berhasil memenangkan peperangan.
- Namun, ternyata pemikiran Belanda meleset.
- Karena nyatanya, diluar Ibu Kota Aceh Para ulama dan gerilyawan gerilyawan Aceh sedang memompa dan membakar semangat pasukan Aceh untuk mengalahkan pasukan Belanda.
Mereka berperang menggunakan taktik Gerilya, mereka menyerang Pos Pos Penjagaan Belanda, Menyerang Belanda ditengah malam saat pasukan Belanda sedang beristirahat dan lengah. Kemudian penggunaan strategi perang yang berbeda beda membuat Belanda cukup kewalahan untuk mengetahui strategi perang pasukan Aceh yang sebenarnya.
selain itu faktor Geografis Aceh yang mendukung pun kerap dijadikan sebagai tempat bersembunyi oleh Pasukan Aceh. Berkat kecerdikan Pasukan Aceh dalam mengatur strategi,mau tidak mau Belanda terpaksa harus melakukan peperangan selama 31 tahun lamanya. Dan selama peperangan berlangsung, Belanda kerap merasa kesulitan bahkan frustasi untuk mengalahkan Pasukan Aceh.
Berikut merupakan Faktor – Faktor yang membuat Belanda merasa kesulitan untuk mengalahkan Pasukan Aceh : 1.
Menurut Anda apakah Aceh merupakan daerah yang benar benar dapat dikuasai Belanda secara mutlak?
Aceh merupakan daerah yang menyimpan banyak keistimewaan. Selain pemberlakuan Syariat Islam, Aceh menjadi satu-satunya daerah yang tak dapat dikuasai Belanda.Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh ini telah dijelaskan dalam UU Nomor 44 Tahun 1999 yang disahkan oleh Presiden RI ketiga Bacharuddin Jusuf Habibie, 4 Oktober 1999.
- Emudian, keistimewaan Aceh diperkuat lagi dengan lahirnya UU Nomor 18 Tahun 2001.
- Aceh pertama kali bernama Aceh Darussalam (1511-1959).
- Emudian Daerah Istimewa Aceh (1959-2001), Nanggroe Aceh Darussalam (2001-2009), dan terakhir Aceh (2009-sekarang).
- Ada baberapa pertimbangan yang menjadikan Aceh begitu istimewa dari daerah lain di Indonesia.
Pertama, sejarah panjang perjuangan rakyat Aceh membuktikan adanya ketahanan dan daya juang yang tinggi, yang bersumber dari kehidupan religius, adat yang kukuh, dan budaya Islam yang kuat dalam menghadapi kaum penjajah. Kedua, kehidupan religius rakyat Aceh yang telah membentuk sikap pantang menyerah dan semangat nasionalisme dalam menentang penjajah dan mempertahankan kemerdekaan merupakan kontribusi yang besar dalam menegakkan NKRI meskipun rakyat Aceh kurang mendapat peluang untuk menata diri.
- Etiga, kehidupan masyarakat Aceh yang religius, menjunjung tinggi adat, dan telah menempatkan ulama pada peran yang terhormat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara perlu dilestarikan dan dikembangkan bersamaan dengan pengembangan pendidikan.
- Pada awal abad ke-17, Kesultanan Aceh dikenal sebagai negara terkaya, terkuat, dan termakmur di kawasan Selat Malaka.
Dalam sejarahnya Aceh dikenal sebagai pusat perdagangan di Asia Tenggara, yang disinggahi pedagang Timur Tengah menuju ke negeri Cina. Ketika Islam lahir pada abad 6 Masehi, Aceh menjadi wilayah pertama di Nusantara yang menerima Islam. Setelah melalui proses panjang, Aceh menjadi sebuah kerajaan Islam pada abad 7 Masehi.
- Emudian berkembang menjadi sebuah kerajaan yang maju pada abad 14 Masehi.
- Dari sinilah Islam berkembang ke seluruh Asia Tenggara.
- Pada sekitar abad 15, ketika orang-orang Barat memulai petualangannya di Timur, banyak wilayah di Nusantara yang dikuasainya, tetapi Aceh tetap bebas sebagai sebuah kerajaan yang berdaulat.
Dalam percaturan politik internasional, hubungan Kerajaan Aceh Darussalam dengan Belanda yang semula cukup baik, pada abad 19 mengalami krisis. Meskipun demikian, dalam Traktat London 17 Maret 1824, Pemerintah Belanda berjanji kepada Pemerintah Inggris untuk tetap menghormati kedaulatan Kerajaan Aceh.47 tahun kemudian, dengan berbagai kelicikan, Belanda meyakinkan Inggris untuk tidak menghalanginya menguasai Aceh melalui Traktat Sumatera 1 November 1871.
Belanda akhirnya berhasil mengalahkan pasukan Aceh taktik apakah yang digunakan oleh Belanda?
Strategi yang digunakan pemerintah Belanda dalam menghadapi perlawanan rakyat Aceh ialah dengan melakukan strategi Devide Et Impera atau ‘politik pecah belah’ sehingga membuat perlawanan menjadi lemah dan pemerintah Belanda dapat dengan mudah menaklukan perlawanan rakyat Aceh.
Apakah Aceh pernah di Jajah Belanda?
“DEMI Allah! Polim masih hidup! Bait hidup! Imam Longbata hidup! Sultan Daud Hidup! Tuanku Hasyim hidup! Menantuku, Teuku Majet di Tiro masih hidup! Anakku Cut Gambang masih hidup! Ulama Tanah Abee hidup! Pang La’ot hidup! Kita semua masih hidup! Belum ada yang kalah! Umar memang telah syahid! Marilah kita meneruskan pekerjaannya! Untuk agama! Untuk kemerdekaan bangsa kita! Untuk Aceh! Allahu Akbar!” Begitu Cut Nyak Dien menggelorakan semangat rakyat Aceh untuk terus menghunus rencong melawan Belanda meski Teuku Umar telah gugur.
- Namun, Cut Nyak akhirnya menyerah kepada Belanda pada 1900-an awal.
- Saat itulah Aceh baru benar-benar jatuh ke tangan Belanda.
- Aceh menjadi wilayah Nusantara terakhir yang jatuh ke tangan penjajah.
- Bila dikatakan Indonesia dijajah Belanda selama 350 tahun, Aceh secara utuh dijajah Belanda kurang dari 50 tahun.
Bila di buku-buku pelajaran sejarah dikatakan Indonesia dijajah selama 350 tahun, orang Aceh akan berkata, “Oh itu Jawa, bukan Aceh.” Kita semua termasuk anak-anak sekolahan tahu dan hafal Perang Jawa atau Perang Diponegoro terjadi selepas Magrib, pukul 18.25-18.30, plesetan dari tahun 1825-1830.
- Akan tetapi, mungkin cuma segelintir yang paham Perang Jawa itu perang antara penguasa dan pemberontak.
- Belanda penguasa dan Diponegoro pemberontak.
- Perang Aceh perang dua negara berdaulat, yakni negara Aceh dan negara Belanda.
- Bila kita saksikan bagaimana Cut Nyak Dien menggelorakan perlawanan rakyatnya kepada Belanda, jelas semangat keacehan dan keislaman yang menjadikan Aceh bertahan begitu lama dari upaya penaklukkan oleh penjajah.
Keacehan dan keislaman dalam fase sejarah berikutnya disertai semangat keindonesiaan, kebangsaan, dan nasionalisme. Bireuen, Aceh, pernah menjadi ibu kota negara pada 1948 selama sepekan. Pun orang Aceh patungan, mengumpulkan uang secara bersama-sama, untuk membeli pesawat pertama Republik.
- Justru pemerintah pusat pada satu masa mengabaikan Aceh.
- Pada 1950-an Aceh turun status dari provinsi menjadi keresidenan bagian provinsi Sumatra Utara.
- Inilah yang membuat Daud Beureueh memberontak.
- Pemberontakan ‘diteruskan’ Gerakan Aceh Merdeka dan berlangsung hingga masa reformasi.
- Pemberontakan membuat Aceh mendapat perlakuan khusus secara politik dan militer.
Pun secara ekonomi, terutama semasa Orde Baru, rakyat Aceh merasa terdiskriminasikan. Aceh begitu kaya alamnya, tetapi miskin rakyatnya. Saat menjadi presiden, Gus Dur mengintroduksi syariat Islam di Aceh. Ganjil bin ajaib tokoh pluralisme sekaliber Gus Dur mengizinkan penerapan syariat Islam.
- Zaini Abdullah, tokoh GAM, waktu itu mengatakan Gus Dur melakukan itu untuk meredam perlawanan GAM.
- Padahal, GAM gerakan etnonasionalisme yang memperjuangkan keacehan atau nasionalisme Aceh, bukan keislaman.
- Toh, syariat Islam akhirnya berlaku di Aceh dan semakin luas penerapannya.
- Yang penting, jangan sampai penerapan syariat Islam menjadikan Aceh terasing dari keacehannya sendiri dan keindonesiaan.
Tsunami 2004 membuka jalan bagi perdamaian di Aceh. GAM menjadi partai lokal. Beberapa partai lokal lain lahir.
Alasan Belanda menggunakan strategi devide et impera adalah untuk mendapatkan dan menjaga kekuasaannya di Indonesia dengan cara memecah belah kerajaan-kerajaan di Nusantara.
Mengapa perlawanan Aceh dapat berlangsung cukup lama?
1. Perang Aceh berlangsung lama dan berlarut-larut disebabkan karena faktor agama (Islam) yang telah lama tertanam dalam hati sanubari rakyat Aceh dengan Al-Qur’an dan Hadist sebagai landasan hukumnya. Snouck Hurgronje berpandangan bahwa salah satu faktor sulitnya menaklukan Aceh dikarenakan kokohnya sendi agama Islam dalam kehidupan masyarakat di ” Tanah Rencong”.
Apakah Aceh pernah di Jajah Belanda?
“DEMI Allah! Polim masih hidup! Bait hidup! Imam Longbata hidup! Sultan Daud Hidup! Tuanku Hasyim hidup! Menantuku, Teuku Majet di Tiro masih hidup! Anakku Cut Gambang masih hidup! Ulama Tanah Abee hidup! Pang La’ot hidup! Kita semua masih hidup! Belum ada yang kalah! Umar memang telah syahid! Marilah kita meneruskan pekerjaannya! Untuk agama! Untuk kemerdekaan bangsa kita! Untuk Aceh! Allahu Akbar!” Begitu Cut Nyak Dien menggelorakan semangat rakyat Aceh untuk terus menghunus rencong melawan Belanda meski Teuku Umar telah gugur.
Namun, Cut Nyak akhirnya menyerah kepada Belanda pada 1900-an awal. Saat itulah Aceh baru benar-benar jatuh ke tangan Belanda. Aceh menjadi wilayah Nusantara terakhir yang jatuh ke tangan penjajah. Bila dikatakan Indonesia dijajah Belanda selama 350 tahun, Aceh secara utuh dijajah Belanda kurang dari 50 tahun.
Bila di buku-buku pelajaran sejarah dikatakan Indonesia dijajah selama 350 tahun, orang Aceh akan berkata, “Oh itu Jawa, bukan Aceh.” Kita semua termasuk anak-anak sekolahan tahu dan hafal Perang Jawa atau Perang Diponegoro terjadi selepas Magrib, pukul 18.25-18.30, plesetan dari tahun 1825-1830.
Akan tetapi, mungkin cuma segelintir yang paham Perang Jawa itu perang antara penguasa dan pemberontak. Belanda penguasa dan Diponegoro pemberontak. Perang Aceh perang dua negara berdaulat, yakni negara Aceh dan negara Belanda. Bila kita saksikan bagaimana Cut Nyak Dien menggelorakan perlawanan rakyatnya kepada Belanda, jelas semangat keacehan dan keislaman yang menjadikan Aceh bertahan begitu lama dari upaya penaklukkan oleh penjajah.
Keacehan dan keislaman dalam fase sejarah berikutnya disertai semangat keindonesiaan, kebangsaan, dan nasionalisme. Bireuen, Aceh, pernah menjadi ibu kota negara pada 1948 selama sepekan. Pun orang Aceh patungan, mengumpulkan uang secara bersama-sama, untuk membeli pesawat pertama Republik.
- Justru pemerintah pusat pada satu masa mengabaikan Aceh.
- Pada 1950-an Aceh turun status dari provinsi menjadi keresidenan bagian provinsi Sumatra Utara.
- Inilah yang membuat Daud Beureueh memberontak.
- Pemberontakan ‘diteruskan’ Gerakan Aceh Merdeka dan berlangsung hingga masa reformasi.
- Pemberontakan membuat Aceh mendapat perlakuan khusus secara politik dan militer.
Pun secara ekonomi, terutama semasa Orde Baru, rakyat Aceh merasa terdiskriminasikan. Aceh begitu kaya alamnya, tetapi miskin rakyatnya. Saat menjadi presiden, Gus Dur mengintroduksi syariat Islam di Aceh. Ganjil bin ajaib tokoh pluralisme sekaliber Gus Dur mengizinkan penerapan syariat Islam.
Zaini Abdullah, tokoh GAM, waktu itu mengatakan Gus Dur melakukan itu untuk meredam perlawanan GAM. Padahal, GAM gerakan etnonasionalisme yang memperjuangkan keacehan atau nasionalisme Aceh, bukan keislaman. Toh, syariat Islam akhirnya berlaku di Aceh dan semakin luas penerapannya. Yang penting, jangan sampai penerapan syariat Islam menjadikan Aceh terasing dari keacehannya sendiri dan keindonesiaan.
Tsunami 2004 membuka jalan bagi perdamaian di Aceh. GAM menjadi partai lokal. Beberapa partai lokal lain lahir.
Mengapa kolonial Belanda menjajah Aceh dan wilayah Nusantara?
Penyebab Perang Aceh – Berikut penyebab terjadinya perang Aceh dari umum ke khusus:
Penyebab umum perang Aceh adalah pemerintah Belanda melakukan perjanjian Traktat London (1824) dan Traktat Sumatra (1871). Pemerintah Belanda ingin menguasai Aceh karena memiliki kerajaan kuat dan kemampuan diplomatis tinggi. Perjanjian London (1824) membuat Aceh menjadi daerah penyangga kekuasaan Inggris di Malaka. Sedangkan Bengkulu diserahkan Inggris pada Belanda. Belanda berhak atas kekuasaan daerah Sumatra Timur yang didapatkan dari Sultan Siak. Belanda membantu Sultan Siak dalam perang saudara melalui Traktak Siak tahun 1858. Terbukanya Terusan Suez tahun 1869, membuat perairan Aceh menjadi jalur pelayaran Eropa ke Asia. Traktat Sumatra di tahun 1871, menjelaskan Inggris tidak menghalangi usaha Belanda meluaskan daerah kekuasaan sampai Aceh. Penyebab khusus perang Aceh seperti kesultanan Aceh menjalin hubungan diplomasi dengan negara Italia, Turki, dan Amerika Serikat. Belanda cemas nantinya Aceh menuntut untuk diakui kedaulatan oleh Belanda. Belanda menginginkan Aceh tunduk pada pemerintahan. Tetapi Sultan Aceh menolak tunduk pada Belanda hingga terjadi perang.
Alasan Belanda menggunakan strategi devide et impera adalah untuk mendapatkan dan menjaga kekuasaannya di Indonesia dengan cara memecah belah kerajaan-kerajaan di Nusantara.
Strategi apa yang dilakukan oleh kesultanan Aceh sehingga pertahanannya sulit untuk ditaklukan oleh Belanda?
Strategi yang digunakan belanda dalam perang aceh adalah
Upaya pecah belah yang dipelopori oleh Snouck Hurgronje Penggunaan pasukan Marsose untuk melawan pasukan gerilya Aceh
Pembahasan Pada tahun 1873, Belanda menyatakan perang terhadap Aceh, dan menyerang wilayah ini. Setelah pasukan kesultanan Aceh dikalahkan Belanda, para pejuang Aceh mundur ke hutan, dan dengan taktik gerilya menyerang cepat pasukan Belanda ketika mereka lengah, lalu dengan cepat pula kembali ke persembunyian mereka di hutan.
Strategi gerilya ini menggunakan melakukan serangan cepat, sembunyi-sembunyi dan disertai sabotase. Strategi gerilya, dengan keadaan geografis Aceh yang berbukit, banyak sungai, dan banyak pegunungan ini membuat Belanda kesulitan menguasai Aceh. Perlawanan gerilya Aceh baru bisa ditangani Belanda setelah Belanda mengerahkan pasukan elit anti-gerilya “Maréchaussée” (atau “Marsose”) yang dipimpin Jenderal Johannes van Heutsz,
Pasukan Marsose memiliki strategi melawan gerilya dengan bergerak cepat, mendeteksi markas gerilya dan dilatih untuk beroperasi di wilayah hutan. Pasukan ini mengepung dan menewaskan pemimpin pasukan gerilya Aceh, Teuku Umar, pada tahun 1899. Penggunaan pasukan Marsose ini dibantu dengan politik adu domba “Devide et Impera” sesuai petunjuk dari Snouck Hurgronje (8 Februari 1857 – 26 Juni 1936) seorang Orientalis (ilmuwan budaya Timur) Belanda.
- Sebagai penasehat Jenderal van Heutsz, Snouck Hurgronje membantu pemerintah Belanda dengan merumuskan kebijakan terhadap Aceh yang ditulisnya dalam buku De Atjehers (1893).
- Dalam buku itu disebutkan strategi bagaimana untuk menaklukkan Aceh, yaitu: 1.
- Aum uleebalang (bangsawan) di Aceh adalah kelompok yang dapat membantu Belanda menaklukkan Aceh.
Snouck Hurgronje kemudian merekomendasikan kepada Pemerintah Kolonial untuk menggandeng kelompok uleebalang, memberi mereka penghargaan, agar mereka memihak ke Belanda 2. Kaum ulama di Aceh adalah kelompok yang akan menentang Belanda dan harus dihadapi dengan kekerasan oleh Militer Belanda.