1. Perlawanan Rakyat Aceh terhadap Jepang – Perlawanan ini terjadi di Cot Plieng, Aceh, dan dipimpin oleh Tengku Abdul Jalil pada November 1942. Kejadian ini berawal dari kesewenang-wenangan Jepang yang memaksa untuk melakukan Seikerei dan ditolak oleh rakyat setempat karena dianggap bertentangan dengan ajaran Islam.
Mengapa terjadi perlawanan rakyat Aceh terhadap VOC?
Penyebab Perang Aceh – Berikut penyebab terjadinya perang Aceh dari umum ke khusus:
Penyebab umum perang Aceh adalah pemerintah Belanda melakukan perjanjian Traktat London (1824) dan Traktat Sumatra (1871). Pemerintah Belanda ingin menguasai Aceh karena memiliki kerajaan kuat dan kemampuan diplomatis tinggi. Perjanjian London (1824) membuat Aceh menjadi daerah penyangga kekuasaan Inggris di Malaka. Sedangkan Bengkulu diserahkan Inggris pada Belanda. Belanda berhak atas kekuasaan daerah Sumatra Timur yang didapatkan dari Sultan Siak. Belanda membantu Sultan Siak dalam perang saudara melalui Traktak Siak tahun 1858. Terbukanya Terusan Suez tahun 1869, membuat perairan Aceh menjadi jalur pelayaran Eropa ke Asia. Traktat Sumatra di tahun 1871, menjelaskan Inggris tidak menghalangi usaha Belanda meluaskan daerah kekuasaan sampai Aceh. Penyebab khusus perang Aceh seperti kesultanan Aceh menjalin hubungan diplomasi dengan negara Italia, Turki, dan Amerika Serikat. Belanda cemas nantinya Aceh menuntut untuk diakui kedaulatan oleh Belanda. Belanda menginginkan Aceh tunduk pada pemerintahan. Tetapi Sultan Aceh menolak tunduk pada Belanda hingga terjadi perang.
Bagaimana jalannya perjuangan perlawanan rakyat Aceh?
Jalannya Perlawanan Rakyat Aceh – Aceh sudah melakukan beberapa persiapan untuk menghadapi perang ini. Misalnya membangun pos-pos pertahanan, peningkatan jumlah pasukan, dan pasokan senjata. Tentara Belanda menginjakkan kaki di Serambi Mekah pada tanggal 5 April 1873.
Pasukan Aceh yang terdiri atas para ulebalang, ulama, dan rakyat tidak mudah ditundukkan. Pasukan Aceh dibawah pimpinan Teuku Imeum Lueng Bata kemudian melawan tentara Belanda pimpinan Kohler untuk memperebutkan Masjid Raya Baiturrahman. Dalam pertempuran tersebut, Kohler terbunuh. Dengan demikian gagal-lah serangan tentara Belanda yang pertama.
Kemudian pada 9 Desember 1873 Belanda melakukan serangan yang kedua dipimpin oleh J. van Swieten. Masjid Raya Baiturrahman dan Istana Sultan jatuh ke tangan Belanda. Meski demikian, rakyat Aceh tidak menyerah begitu saja. Di seluruh Aceh dikobarkan Perang Sabilillah.
Para pemimpin perang antara lain adalah Tengku Cik Di Tiro, Panglima Polim, dan Tuanku Hasyim. Gerakan pasukan Teuku Umar juga banyak berpengaruh pada jalannya perlawanan. Setelah Teuku Umar gugur pada 1899, perlawanan dilanjutkan Cut Nyak Dien. Tokoh lainnya yang berperan dalam Perang Aceh adalah Habib Abdurrahman, Teungku Mahyidin Tiro, dan Cuk Nyak Mutia.
Teuku Umar. Foto: rindamiskandarmuda.mil.id Serangan Belanda makin brutal. Satu per satu pemimpin perlawanan rakyat Aceh menyerah atau terbunuh. Teuku Umar terdesak ke Meulaboh dan akhirnya gugur pada tahun 1899. Panglima Polim menyerah pada tahun 1903, demikian pula dengan Sultan Muhamad Daudsyah.
Pengakuan kedaulatan Belanda atas daerahnya.
Berjanji tidak akan mengadakan hubungan dengan negara-negara asing.
Patuh kepada Pemerintahan Belanda.