Sebab khusus Perang Aceh – Dari beragam penyebab yang ada, sebab khusus terjadinya Perang Aceh adalah tuntutan Belanda untuk mengakui kedaulatannya pada 22 Maret 1873. Namun, Aceh menolak tuntutan tersebut. Alhasil, empat hari kemudian, Belanda menyatakan perang terhadap Aceh.
Tanggal 26 Maret 1873, pihak Belanda menyerang Aceh dengan menembakkan meriam dari kapal yang bernama Citadel Van Antwerpen. Agresi Belanda yang dipimpin oleh Jenderal JHR Kohler kemudian dilancarkan pada 5 April 1873. Pasukan Aceh yang meliputi para ulebalang, ulama, dan rakyat, terus diserang oleh Belanda.
Pertempuran yang dilakukan Kohler dilakukan dalam upaya untuk merebut Masjid Raya Baiturrahman. Namun, di tengah perang, Jenderal JHR Kohler wafat, sehingga pasukan Belanda terpaksa ditarik mundur ke pantai. Baca juga: Siapa Snouck Hurgronje? Gagal di serangan pertama, Belanda kembali melakukan agresi kedua pada 9 Desember 1873 yang dipimpin Jan van Swieten.
Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto (Eds). (2008). Sejarah Nasional Indonesia IV: Kemunculan Penjajahan di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Contents
- 0.1 Apa yang menjadi penyebab khusus terjadinya Perang Diponegoro?
- 0.2 Taktik apa yang paling mujarab pada perang Aceh?
- 1 Faktor apakah yang menjadi penyebab kemunduran Kerajaan Aceh?
- 2 Apa sebab utama terjadinya perang Bali?
- 3 Strategi apa yang digunakan Belanda pada waktu Perang Diponegoro?
- 4 Mengapa perang Aceh memakan waktu yang begitu lama?
Apa yang menjadi penyebab khusus terjadinya Perang Diponegoro?
KOMPAS.com – Perang Diponegoro berlangsung dari tahun 1825 dan baru berakhir pada 1830. Pertempuran yang bermula di Yogyakarta ini meluas ke banyak daerah di Jawa hingga sering disebut sebagai Perang Jawa. Perang yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro ini memakan korban sekitar 200.000 jiwa dari penduduk pribumi.
Sementara di pihak Belanda diperkirakan telah gugur sekitar 10.000 nyawa. Dalam memimpin perang, Pangeran Diponegoro dibantu oleh pejuang-pejuang hebat seperti Mangkubumi, Kyai Modjo, dan Sentot Prawirodirdjo. Perlawanan Diponegoro terhadap Belanda berkobar setelah Belanda melakukan serangkaian aksi yang memicu kemarahan Pangeran Diponegoro.
Selain itu, terdapat sebab khusus terjadinya Perang Diponegoro, yaitu pematokan tanah oleh Belanda di atas makam leluhur Pangeran Diponegoro. Baca juga: Perang Diponegoro: Penyebab, Strategi, dan Dampaknya
Taktik apa yang paling mujarab pada perang Aceh?
Taktik perang gerilya – Perang Aceh yang dipimpin oleh para pahlawan menggunakan taktik perang gerilya. Perang gerilya adalah taktik yang dilakukan dengan cara sembunyi-sembunyi, cepat, dan lewat sabotase. Menurut sejarah, taktik ini dianggap sangat membantu para pejuang untuk menyerang musuh yang memiliki pasukan yang banyak.
Faktor apakah yang menjadi penyebab kemunduran Kerajaan Aceh?
Masa Kemunduran – Kemunduran Kesultanan Aceh disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya ialah makin menguatnya kekuasaan Belanda di pulau Sumatra dan Selat Malaka, ditandai dengan jatuhnya wilayah Minangkabau, Siak, Tiku, Tapanuli, Mandailing, Deli, Barus (1840) serta Bengkulu kedalam pangkuan penjajahan Belanda. Diplomat Aceh di Penang, Duduk: Teuku Kadi Malikul Adil (kiri) dan Teuku Imeum Lueng Bata (kanan). Sekitar tahun 1870-an Hal ini bisa ditelusuri lebih awal setelah kemangkatan Sultan Iskandar Tsani hingga serangkaian peristiwa nantinya, dimana para bangsawan ingin mengurangi kontrol ketat kekuasaan Sultan dengan mengangkat janda Iskandar Tsani menjadi Sultanah.
- Beberapa sumber menyebutkan bahwa ketakutan akan kembalinya Raja tiran (Sultan Iskandar Muda) yang melatar-belakangi pengangkatan ratu.
- Sejak itu masa damai terasa di Aceh, para Ulèëbalang bebas berdagang dengan pedagang asing tanpa harus melalui pelabuhan sultan di ibu kota,
- Lada menjadi tanaman utama yang dibudidayakan seantero pesisir Aceh sehingga menjadi pemasok utama lada dunia hingga akhir abad 19.
Namun beberapa elemen masyarakat terutama dari kaum wujudiyah menginginkan penguasa nanti adalah seorang laki-laki bergelar Sultan. Mereka mengklaim bahwa pewaris sah masih hidup dan tinggal bersama mereka di pedalaman. Perang saudara pecah, masjid raya, Dalam terbakar, kota Bandar Aceh dalam kegaduhan dan ketidak-tentraman.
- Menindaklanjuti pertikaian ini, Kadhi Malikul Adil (semacam mufti agung) Tgk.
- Syech Abdurrauf As-Sinkily melakukan berbagai reformasi terutama perihal pembagian kekuasaan dengan terbentuknya tiga sagoe,
- Hal ini mengakibatkan kekuasaan sultanah/sultan sangat lemah dengan hanya berkuasa penuh pada daerah Bibeueh (kekuasaan langsung) semata.
Perang saudara dalam hal perebutan kekuasaan turut berperan besar dalam melemahnya Kesultanan Aceh. Pada masa Sultan Alauddin Jauhar Alamsyah ( 1795 – 1824 ), seorang keturunan Sultan yang terbuang Sayyid Hussain mengklaim mahkota kesultanan dengan mengangkat anaknya menjadi Sultan Saif Al-Alam.
- Perang saudara kembali pecah namun berkat bantuan Raffles dan Koh Lay Huan, seorang pedagang dari Penang kedudukan Jauhar (yang mampu berbahasa Prancis, Inggris dan Spanyol) dikembalikan.
- Tak habis sampai disitu, perang saudara kembali terjadi dalam perebutan kekuasaan antara Tuanku Sulaiman dengan Tuanku Ibrahim yang kelak bergelar Sultan Mansur Syah (1857-1870).
Sultan Mansyur Syah berusaha semampunya untuk memperkuat kembali kesultanan yang sudah rapuh.
Apa sebab utama terjadinya perang Bali?
Pemerintah kolonial Belanda dan para penguasa Bali bersengketa mengenai hak tawan karang. Hak tawan karang yaitu hak Raja Bali menyita kapal yang kandas di wilayah perairannya. Sebelumnya, antara pihak kolonial dan penguasa Bali sepakat bahwa para penguasa Bali tidak akan menggunakan hak itu apabila pemerintah kolonial membayar setiap kapal Belanda yang kandas di perairan Bali.
Strategi apa yang digunakan Belanda pada waktu Perang Diponegoro?
Sejarah Perang Diponegoro & Perang Aceh Melawan Belanda | Sejarah Indonesia XI
KOMPAS.com – Benteng Stelsel adalah taktik yang dibuat oleh Belanda untuk mempersempit daerah lawan dengan cara membangun benteng di setap sudut kota yang telah mereka kuasai. Orang yang menciptakan strategi Benteng Stelsel adalah Jenderal de Kock. Taktik ini pertama kali diusulkan oleh Jenderal de Kock pada 1827, ketika Belanda kerepotan dalam menghadapi serangan pasukan Pangeran Diponegoro.
Siapakah Pemimpin Perang Diponegoro dan berlangsung berapa lama?
Bendara Pangeran Harya Dipanegara (atau biasa dikenal dengan nama Pangeran Diponegoro, 11 November 1785 – 8 Januari 1855) adalah salah seorang pahlawan nasional Republik Indonesia, yang memimpin Perang Diponegoro atau Perang Jawa selama periode tahun 1825 hingga 1830 melawan pemerintah Hindia Belanda.
Siapa saja yang terlibat dalam Perang Diponegoro?
Latar Belakang Perang Diponegoro – Pangeran Diponegoro lahir pada tanggal 11 November 1785, dengan nama asli Raden Mas Mustahar yang seiring dengan tradisi Keraton Yogyakarta, kemudian diganti menjadi Raden Mas Antawirya. Raden Mas Antawirya adalah putra dari Raden Mas Suraja atau yang dikenal dengan gelar Sultan Hamengku Buwono III.
Sultan HB III sangat menginginkan Raden Mas Antawirya menjadi putra mahkota untuk menggantikan dirinya, tapi Raden Mas Antawirja menolaknya dengan halus. Raden Mas Antawirya merasa tidak memiliki hak untuk duduk di singgasana Yogyakarta meskipun ia adalah anak lelaki tertua karena ibunya bukanlah istri permaisuri raja.
sumber foto: https://www.flickr.com/ Setelah Sultan HB III wafat pada 1814, kedudukannya langsung digantikan oleh Raden Mas Ibnu Jarot, putra dari istri permaisuri yang saat itu masih berusia 10 tahun. Pengaruh Belanda atas keraton semakin kuat di saat istana sedang labil lantaran Sultan HB IV masih kecil.
Penderitaan dan kesengsaraan rakyat akibat pajak. Adanya campur tangan Belanda dalam urusan istana. Munculnya kecemasan di kalangan ulama karena munculnya budaya Barat. Kekuasaan raja-raja di Yogyakarta semakin sempit karena daerah pantai utara Jawa Tengah dikuasai Belanda. Kaum bangsawan merasa dirugikan karena sebagian besar sumber penghasilannya diambil alih oleh Belanda.
Perang Diponegoro pun dimulai pada tanggal 20 Juli 1825. Pangeran Diponegoro dan para pengikutnya memutuskan untuk menerapkan strategi gerilya dalam menghadapi Belanda yang jelas lebih unggul jumlah prajurit dan persenjataan. Tokoh-tokoh yang ada di balik perang Diponegoro selain Pangeran Diponegoro adalah Kyai Mojo dan Alibasah Sentot Prawirodirjo.
- Sedangkan pasukan Belanda dipimpin oleh Jenderal Hendrik Merkus de Kock.
- Setelah melalui peperangan dalam waktu panjang yang amat meletihkan, pada tanggal 28 Maret 1830, diadakan perundingan antara Pangeran Diponegoro dan Jenderal De Kock di Magelang, Jawa Tengah.
- Ternyata, ini adalah taktik licik Belanda.
Pangeran Diponegoro yang tidak bersenjata malah ditangkap dan ditahan. Ditahannya Pangeran Diponegoro secara otomatis menghentikan Perang Diponegoro yang telah berlangsung selama 5 tahun tersebut. Pangeran Diponegoro kemudian diasingkan ke Manado, kemudian dipindahkan ke Makassar, sampai akhirnya wafat pada tanggal 8 Januari 1855.
Secara keseluruhan Perang Diponegoro diperkirakan telah merenggut kurang lebih 200.000 korban jiwa, di antaranya 7.000 orang dari pihak pribumi dan 8.000 orang dari pasukan Belanda. Bagi pemerintahan Hindia Beland a, Perang Diponegoro adalah sebuah perang yang amat melelahkan karena menguras banyak sekali sumber daya, termasuk pasukan dan uang atau pendanaan yang menyebabkan pemerintah kolonial mengalami krisis keuangan.
(DNR)
Mengapa perang Aceh memakan waktu yang begitu lama?
Karena banyaknya perlawanan dari orang orang aceh. dan sangat sulit untuk mengusir para penjajah.