Bangsa Yang Menyerang Ternate Aceh Dan Demak?

0 Comments

Bangsa Yang Menyerang Ternate Aceh Dan Demak
Penyebab terjadinya perlawanan terhadap Bangsa Portugis – Menurut Miskuindu AS dalam Diktat Sejarah Nasional Indonesia (2019), perlawanan terhadap Bangsa Portugis didasari oleh keserakahan bangsa Portugis, dan tindakan monopoli perdagangan yang terjadi di beberapa daerah, seperti Aceh dan Maluku. Perlawanan ini juga disebabkan oleh beberapa hal lainnya, yaitu:

Portugis berusaha memperluas daerah kekuasaannya. Caranya dengan menaklukkan banyak kerajaan di Indonesia, seperti Kerajaan Demak, Kerajaan Ternate dan Tidore serta Kerajaan Aceh. Portugis melarang Bangsa Indonesia untuk berlayar ke laut merah dan berdagang rempah-rempah. Hal ini merupakan salah satu contoh monopoli perdagangan Portugis. Portugis menangkap kapal dagang milik masyarakat Indonesia, tujuannya untuk memonopoli perdagangan.

Apa yang dimaksud dengan Aceh dan Ternate?

PERSATUAN NUSANTARA || ALIANSI TERNATE, DEMAK DAN ACEH

Perlawanan Rakyat Ternate terhadap Bangsa Portugis – Pada tahun 1512, bangsa Portugis mengirimkan armadanya ke Maluku untuk melakukan perdagangan cengkeh. Hal tersebut awalnya disambut baik oleh warga Ternate dan Tidore (wilayah Maluku) sekitarnya. Namun, Ternate akhirnya melakukan beberapa perlawanan yang didasari oleh beberapa faktor, yakni:

  • Portugis melakukan monopoli perdagangan.
  • Portugis ikut campur tangan dalam pemerintahan.
  • Portugis membenci pemeluk agama Islam karena tidak sepaham dengan mereka.
  • Portugis sewenang-wenang terhadap rakyat.
  • Keserakahan dan kesombongan bangsa Portugis.

Kelima faktor tersebut akhirnya memantik konflik dan meregangkan hubungan antara bangsa Portugis dan Ternate lalu berakhir pada perlawanan yang dilakukan oleh rakyat Ternate. Sultan Baabullah merupakan salah satu tokoh yang menjadi pemimpin rakyat Ternate ketika melakukan perlawanan terhadap bangsa Portugis. Sumber: iNews.

You might be interested:  Kerajaan Islam Di Aceh Yang Pertama Adalah Kerajaan?

Apa yang terjadi pada masa pemerintahan Aceh setelah menaklukan Pidie dan Pasai?

Aceh dan Portugis – Buku A History of Modern Indonesia since c.1200 (2005) karya MC Ricklefs, menjelaskan bahwa dengan merosotnya peran Malaka membuat beberapa daerah berkembang sebagai kota dagang baru, salah satunya Aceh. Pada 1511, di bawah kekuasaan Sultan Ali Mughayar, Aceh merupakan satu pelabuhan kecil yang berada di bawah kekuasaan Pidie.

Pada saat Malaka direbut Portugis, sebagin besar komunitas dagang Asia pindah ke Aceh. Penghidupan utama penduduk Aceh yaitu nelayan dan pekerjaan sampingannya adalah merampok di laut. Baca juga: Dampak Portugis di Malaka dan Maluku Dengan bermodal 30 kapal, Aceh berhasil menyergap kapal-kapal Portugis dan membawa beberapa meriam dari kapal Portugis.

Dengan meningkatnya kekuatan dan persenjataan, Aceh berhasil menaklukan Pidie dan memperluas kekuasaannya ke Deli dan Sumatera Barat. Pada 1524, Pidie dan Pasai berhasil dikuasai Aceh, setelah pasukannya berhasil mengusir Potugis dari daerahnya. Kemenangan Aceh akan Portugis dilengkapi dengan keberhasilan Aceh mengalahkan armada Portugis di Aru.

Mengapa wilayah Aceh tidak bisa dikuasai Belanda seluruhnya?

Surat perjanjian tanda menyerah – Sultan Muhammad Daud Syah ketika menyerahkan diri pada Belanda pada tahun 20 Januari 1903 Selama perang Aceh, Van Heutz telah menciptakan surat pendek ( korte verklaring, Traktat Pendek) tentang penyerahan yang harus ditandatangani oleh para pemimpin Aceh yang telah tertangkap dan menyerah.

Di mana isi dari surat pendek penyerahan diri itu berisikan, Raja (Sultan) mengakui daerahnya sebagai bagian dari daerah Hindia Belanda, Raja berjanji tidak akan mengadakan hubungan dengan kekuasaan di luar negeri, berjanji akan mematuhi seluruh perintah-perintah yang ditetapkan Belanda. Perjanjian pendek ini menggantikan perjanjian-perjanjian terdahulu yang rumit dan panjang dengan para pemimpin setempat.

Walau demikian, wilayah Aceh tetap tidak bisa dikuasai Belanda seluruhnya, dikarenakan pada saat itu tetap saja terjadi perlawanan terhadap Belanda meskipun dilakukan oleh sekelompok orang (masyarakat). Hal ini berlanjut sampai Belanda enyah dari Nusantara dan diganti kedatangan penjajah baru yakni Jepang (Nippon).

You might be interested:  Tari Saman Berasal Dari Aceh Memiliki Gerakan Yang?

Mengapa Belanda menyerang Aceh?

Latar belakang – Van Heutsz sedang memperhatikan pasukannya dalam penyerangan ke Batee Iliek. Akibat dari Perjanjian Siak 1858, Sultan Ismail menyerahkan wilayah Deli, Langkat, Asahan dan Serdang kepada Belanda, padahal daerah-daerah itu sejak Sultan Iskandar Muda, berada di bawah kekuasaan Aceh.

  • Belanda melanggar perjanjian Siak, maka berakhirlah perjanjian London tahun 1824,
  • Isi perjanjian London adalah Belanda dan Britania Raya membuat ketentuan tentang batas-batas kekuasaan kedua daerah di Asia Tenggara yaitu dengan garis lintang Singapura,
  • Eduanya mengakui kedaulatan Aceh.
  • Aceh menuduh Belanda tidak menepati janjinya, sehingga kapal-kapal Belanda yang lewat perairan Aceh ditenggelamkan oleh pasukan Aceh.

Perbuatan Aceh ini didukung Britania. Dengan dibukanya Terusan Suez oleh Ferdinand de Lesseps menyebabkan perairan Aceh menjadi sangat penting untuk lalu lintas perdagangan. Ditandatanganinya Perjanjian London 1871 antara Inggris dan Belanda, yang isinya, Britania memberikan keleluasaan kepada Belanda untuk mengambil tindakan di Aceh.

  1. Belanda harus menjaga keamanan lalulintas di Selat Malaka,
  2. Belanda mengizinkan Britania bebas berdagang di Siak dan menyerahkan daerahnya di Guyana Barat kepada Britania,
  3. Akibat perjanjian Sumatra 1871, Aceh mengadakan hubungan diplomatik dengan Konsul Amerika Serikat, Kerajaan Italia dan Kesultanan Usmaniyah di Singapura,

Aceh juga mengirimkan utusan ke Turki Usmani pada tahun 1871, Akibat upaya diplomatik Aceh tersebut, Belanda menjadikannya sebagai alasan untuk menyerang Aceh. Wakil Presiden Dewan Hindia Frederik Nicolaas Nieuwenhuijzen dengan 2 kapal perangnya datang ke Aceh dan meminta keterangan dari Sultan Machmud Syah tentang apa yang sudah dibicarakan di Singapura itu, tetapi Sultan Machmud menolak untuk memberikan keterangan.