Abstract – Kebesaran dan kemajuan di Aceh berkembang pada permulaan abad XVI. Orang-orang pertama yang membawa agama Islam ke Sumatra adalah para pedagang dari India. Aceh sebagai pusat perdagangan yang kemudian diperkuat perannya oleh kekuasaan politik menjadi pusat penyebaran agama Islam.
Islam berkembang dengan pesat di Aceh sampai meluas ke daerah-daerah kekuasaan, sehingga pada permulaan abad XVI Aceh mulai memegang peran penting di bagian utara pulau Sumatra. Penulisan ini lebih difokuskan pada peranan perdagangan terhadap islamisasi di Aceh abad XVI beserta keberhasilan yang dicapai.
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan, metode penelitian yang digunakan adalah metode histories. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh perdagangan terhadap Islamisasi Aceh abad XVI M. Untuk mengetahui lebih mendalam tentang sejarah berkembangnya Islam di wilayah Aceh.
Selanjutnya untuk mengetahui perkembangan daerah-daerah atau wilayah-wilayah Islam kekuasaan Aceh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi masyarakat Aceh abad XVI masih bersifat mistis. Hal ini dapat dilihat dari praktek keagamaan yang masih bercampur dengan nuansa Hindu, sehingga membawa pengaruh kepada masyarakat Aceh.
Oleh karena itu, usaha untuk Islamisasi terus dilakukan oleh para mubaligh yang pada umumnya berprofesi sebagai pedagang sekaligus sebagai da’i. Islamisasi di Aceh terjalin dengan motif perdagangan, dimana pedagang muslim berhasil mengislamkan penduduk Aceh.
Item Type: | Thesis (Skripsi) |
---|---|
Additional Information: | Pembimbing: Drs. Musa, M.Si |
Uncontrolled Keywords: | Islamisasi di Aceh, perdagangan, mubaligh |
Subjects: | Sejarah Peradaban / Kebudayaan Islam |
Divisions: | Fakultas Adab dan Ilmu Budaya > Sejarah Kebudayaan Islam (S1) |
Depositing User: | Miftakhul Yazid Fuadi |
Date Deposited: | 30 Sep 2013 09:43 |
Last Modified: | 15 Aug 2022 11:25 |
URI: | http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4623 |
Share this knowledge with your friends :
Contents
Siapa yg menyebarkan Islam di Aceh?
Pertama, Hamzah Fansuri.
Faktor apa saja yang menyebabkan runtuhnya Kerajaan Aceh?
Kerajaan Aceh merupakan kerajaan yang terletak di bagian utara Pulau Sumatra. Kerajaan ini mengalami masa kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Hal ini ditandai dengan perluasan wilayah dan perkembangan ekonomi yang pesat. Akan tetapi, lambat laun Kerajaan Aceh mengalami kemunduran.
- Terdapat beberapa faktor umum di balik kemunduran Kerajaan Aceh.
- Pertama, tidak adanya pemimpin yang cakap setelah wafatnya Sultan Iskandar Muda.
- Edua, terjadi perpecahan internal antara kaum bangsawan kerajaan dengan kaum agama.
- Etiga, banyak wilayah yang memisahkan diri, termasuk Johor, Pahang, Perlak, Minangkabau, Siak, dan lainnya.
Selain faktor-faktor umum di atas, terdapat pula faktor khusus yang mendorong keruntuhan Kerajaan Aceh. Pada tahun 1873, Kerajaan Aceh mulai berperang dengan Belanda. Meskipun telah berjuang selama 30 tahun, akhirnya Kerajaan Aceh menyerah kepada Belanda.
5 Apa yang menyebabkan Aceh dijuluki sebagai Serambi Mekah?
Sejarah Julukan Aceh Sebagai Serambi Mekkah – Sebagai daerah persinggahan sejumlah negara, Aceh menjadi daerah pertama masuknya budaya dan agama di nusantara. Pada abad ke-7, para pedagang India memperkenalkan agama Hindu dan Buddha. Namun, peran Aceh menonjol dengan masuk dan berkembangnya agama Islam di daerah ini.
Agama yang diperkenalkan oleh pedagang Gujarat dari jajaran Arab menjelang abad ke-9. Menurut catatan sejarah, Aceh merupakan tempat munculnya kerajaan Islam pertama di Indonesia, yaitu Peureulak dan Pasai. Kerajaan dibangun oleh Sultan Ali Mughayatsyah dengan ibu kota di Bandar Aceh Darussalam (sekarang Banda Aceh).
Lambat laun, wilayah kerajaan bertambah luas meliputi sebagian besar pantai barat dan timur Sumatera hingga ke Semenanjung Malaka. Kehadiran daerah ini semakin bertambah kokoh dan terbentuknya Kesultanan Aceh yang mempersatukan seluruh kerajaan-kerajaan kecil yang terdapat di daerah itu.
Baca juga: Ujung Batu Aceh Singkil, Wisata Pantai Tersembunyi di Serambi Mekkah Kesultanan Aceh mencapai puncak kejayaan pada awal abad ke 17, pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Pada masa itu, pengaruh agama dan kebudayaan Islam sangat besar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Aceh, sehingga daerah ini mendapat julukan “Seuramo Mekkah” (Serambi Mekah).
Selain itu, Aceh dikenal sebagai Serambi Mekkah karena wilayah ini merupakan awal umat muslim dari wilayah lain berangkat ke tanah suci Mekah untuk menunaikan ibadah haji. Pada saat itu, perjalanan ke Mekkah baru dilayani dengan transportasi laut. Kemudian dari sejarah panjang, masyarakat Aceh menjadikan Islam sebagai pedoman hidupnya.
Mengapa Aceh di anggap sebagai kota Serambi Makkah?
Gambar Tangkapan Layar, kanal youtube Mantasia Tips INISUMEDANG.COM – Masyarakat Indonesia pada umum sering mendengar kota Aceh biasa juga disebut dengan kota serambi mekah. Tentunya gelar ini bernuansa keagamaan, ketaqwaan dan keimanan. Namun, bagaimana asal mula Aceh mendapat julukan sebagai serambi mekah tersebut?.
Mari kita simak beberapa penjelasan sebagai berikut. Sebagaimana dilansir dalam kanal youtube Mantasia Tips. Bahwa menurut analisis para sejarawan paling tidak ada lima alasan Aceh dijuluki Serambi Mekah. Pertama, Aceh merupakan daerah perdana masuk islam di nusantara tepatnya di kawasan pantai timur Aceh dan Pasai.
Sehingga dari Aceh islam berkembang sangat cepat ke seluruh nusantara dan sampai ke Filipina. Kedua, daerah Aceh pernah menjadi kiblat ilmu pengetahuan di nusantara dengan hadirnya Jamiyah Baiturrahman, Universitas Baiturrahman lengkap dengan berbagai fakultas.
Latar Belakang Aceh disebut sebagai daerah Serambi Mekah adalah?
Sementara itu menurut H. Harun Keuchik Leumiek dalam bukunya Menelusuri Jejak Sejarah Islam Melalui Ritual Ibadah Haji dan Umrah, kenapa Aceh disebut sebagai Serambi Makkah, karena dulu masyarakat Indonesia jika hendak berangkat menunaikan ibadah haji ke kota suci, jamaah haji terlebih dahulu turun dan singgah di Aceh.
Kenapa Kesultanan Aceh Darussalam mampu menjadi kerajaan Islam terbesar tidak hanya di Nusantara bahkan di Asia?
Faktor berkembang pesat – Kerajaan Aceh memiliki wilayah yang luas. Selain itu, juga mampu melakukan perdagangan ke wilayah China, India, Gujarat, Timur Tengah sampai ke Turki. Selama 20 tahun Sultan Iskandar Muda, pendiri sekaligus sultan pertama Kerajaan Aceh, mampu menekan perdagangan orang-orang Eropa.
Letak ibu kota aceh strategis di pintu gerbang pelayaran dari India dan Timur Tengah yang akan ke Malaka, China atau Jawa. Pelabuhan Aceh (Olele) memiliki persyaratan baik sebagai pelabuhan dagang. Pelabuhan itu terlindung dari ombak besar oleh Pulau We, Pulau Nasi dan Pulau Breuen. Daerah Aceh kaya tanaman lada sebagai mata dagang ekspor yang penting dalam mengadakan perdagangan internasional. Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis menyebabkan pedagang Islam banyak yang singgah ke Aceh, apalagi setelah jalur pelayaran beralih melalui sepanjang barat Sumatera.
Baca juga: Perkembangan Islam di Indonesia
Bagaimana peran kerajaan Islam dalam mengembangkan kebudayaan Islam?
Masa kerajaan Islam dalam sejarah ialah merupakan sebuah periode dalam perjalanan perkembangan dunia Islam di Indonesia. Dengan lahirnya kerajaan Islam ini pun disertai dengan adanya kebijakan para penguasa yang dimana saat itu penuh pro dan kontra. Dalam penyebaran islam di nusantara, kerajaan islam berperan untuk :
Mengenalkan ajaran Islam kepada penduduk di wilayah kerajaan Memudahkan transaksi perdagangan dengan para pedagang dari kawasan Timur tengah mengubah budaya upeti yang dimana telah banyak digunakan di zaman kerajaan sebelumnya Menciptakan tata kehidupan baru yang lebih sesuai dengan apa yang ada di ajaran islam
Jadi, jawabannya adalah kerajaan Islam mengajarkan agama Islam kepada penduduk sekitar, memudahkan tranksasi perdagangan sehingga banyak pedagang Islam dari Timur Tengah yang datang dan menyebarkan agama, dan melaksanakan hukum sesuai dengan syariat.
Bagaimana peran ulama dalam penerapan ajaran Islam di wilayah Kerajaan?
Penguasa dan kadi di Banten abad 16. (The Sultanate of Banten). PADA masa jaya kerajaan-kerajaan Islam, peran ulama menonjol sebagai bagian dari pejabat elite. Fungsinya memperkokoh kedudukan pemimpin yang duduk di singgasana. Di Asia Tenggara, apalagi Nusantara, hubungan erat raja dan ulama bukan hal yang aneh.
Contohnya di Kerajaan Samudera Pasai. Ayang Utriza Yakin dalam Sejarah Hukum Islam Nusantara Abad XIV-XIX M menulis, di Samudera Pasai, pemerintah Islam menunjuk ulama yang punya kemampuan mumpuni sebagai mufti resmi. Itu berdasarkan keterangan Ibnu Batutah yang pernah tinggal selama 15 hari di Samudera Pasai pada 1345.
Dalam catatannya, al-Rihlat, Batutah menyebut fungsi mufti sangat penting dalam kesultanan. Sang mufti biasanya duduk dalam ruang pertemuan bersama dengan sekretaris, para pemimpin tentara, komandan, dan pembesar kerajaan. Sistem itu, kata Ayang, agaknya dibawa dari kebiasaan di Kesultanan Perlak (Peureulak).
Erajaan Islam di Aceh itu punya majelis fatwa yang dipimpin seorang mufti. Ia menangani persoalan hukum agama. Jabatannya itu di atas kementerian kehakiman. “Sistem itu berlanjut hingga ke masa pembentukan Kesultanan Samudera Pasai,” kata dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta itu.
Gambaran jelas keberadaan ulama di tengah politik kerajaan muncul pada abad 16. Salah satunya Hamzah Fansuri, ulama Melayu Nusantara yang peninggalannya relatif lengkap mencakup biografi dan karya keislaman. Selain itu, ulama terkemuka yang meninggalkan karya monumental antara lain Shamsuddin al-Sumaterani (1693), Nuruddin ar-Raniri (1658), Abdul Rau’f al-Sinkili (1693), dan Yusuf al-Makassari.
Pada abad 18 muncul Abd. Samad al-Falimbani dan Syekh Daud al-Fatani. Dosen sejarah UIN Syarif Hidayatullah, Jajat Burhanudin menjelaskan, kehadiran ulama Melayu Nusantara sebagai bagian dari elite kerajaan lebih memperlihatkan gejala kota. “Mereka menjadi satu kelompok sosial yang termasuk elite kota dengan sejumlah keistimewaan karena pengetahuannya di bidang ilmu keislaman,” kata Jajat.
Dalam bukunya, Islam dalam Arus Sejarah Indonesia, Jajat menulis, para ulama senantiasa di samping raja untuk memberi nasihat spiritual sekaligus memberi legitimasi politik di tengah rakyatnya yang beralih menjadi muslim. Kadi Dalam bidang hukum, ulama memegang peran sentral dalam membuat regulasi dan menentukan kehidupan keagamaan umat Islam.
- Mereka sebagai kadi atau penghulu di Jawa.
- Lembaga Kadi makin mapan pada abad 17 di Kerajaan Aceh.
- Tak hanya memberi legitimasi dan nasihat kepada raja seperti di Kerajaan Malaka, para kadi juga menjalankan hukum Islam di kerajaan.
- Adi di Aceh mulai berdiri pada masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636).
- Erajaan Aceh juga memiliki lembaga Syaikhul Islam yang berada langsung di bawah raja.
Lembaga ini mempengaruhi kebijakan raja dalam masalah sosial dan politik. “Orang-orang yang bertanggung jawab di lembaga ini adalah ulama Aceh terkemuka,” kata Jajat.
Sejak kapan Islam berkembang di Aceh?
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Islam di Aceh merupakan agama yang dianut oleh mayoritas penduduk Aceh. Banyak ahli sejarah baik dalam maupun luar negeri yang berpendapat bahwa agama Islam pertama sekali masuk ke Indonesia melalui Aceh,
Eterangan Marco Polo yang singgah di Perlak pada tahun 1292 menyatakan bahwa negeri itu sudah menganut agama Islam. Begitu juga Samudera-Pasai, berdasarkan makam yang diketemukan di bekas kerajaan tersebut dan berita sumber-sumber yang ada seperti yang sudah kita uraikan bahwa kerajaan ini sudah menjadi kerajaan Islam sekitar 1270.
Tentang sejarah perkembangan Islam di daerah Aceh pada zaman-zaman permulaan itu petunjuk yang ada selain yang telah kita sebutkan pada bagian-bagian yang lalu ada pada naskah-naskah yang berasal dari dalam negeri sendiri seperti Kitab Sejarah Melayu, Hikayat Raja-Raja Pasai,
Menurut kedua kitab tersebut, seorang mubaligh yang bernama Syekh Ismail telah datang dari Mekkah sengaja menuju Samudera untuk mengislamkan penduduk di sana. Sesudah menyebarkan agama Islam seperlunya, Svekh Ismail pun pulang kembali ke Mekkah, Perlu juga disebutkan di sini bahwa dalam kedua kitab ini disebutkan pula negeri-negeri lain di Aceh yang turut diislamkan, antara lain: Perlak, Lamuri, Barus dan lain-lain.
Berdasarkan keterangan kedua sumber itu dapatlah diperkirakan bahwa sebagian tempat-tempat di Aceh, terutama tempat-tempat di tepi pantai telah memeluk agama Islam. Islam yang masuk ke Aceh khususnya dan Indonesia umumnya pada mulanya mengikuti jalan-jalan dan kota-kota dagang di pantai, kemudian barulah menyebar ke pedalaman.
Para pedagang dan mubaligh telah memegang peranan penting dalam penyebaran agama Islam. Secara historis sosiologis, masuk dan berkembangnya Islam ke suatu daerah sangat kompleks. Terdapat banyak permasalahan yang terkait dengannya, misalnya dari mana asalnya, siapa yang membawa, apa latar belakangnya dan bagaimana dinamikanya, baik dari segi ajaran Islam maupun pemeluknya.
Ada beberapa pendapat yang menyatakan kapan masuknya Islam ke Aceh. Hamka berpendapat Islam masuk ke Aceh sejak abad pertama Hijriah (ke-7 atau 8 M) namun ia menjadi sebuah agama populis pada abad ke-9 seperti pendapat Ali Hasjmy, Sedangkan para orientalis seperti Snouck Hourgronje berpendapat Islam masuk pada abad ke-13 M yang ditandai dengan berdirinya Kesultanan Samudra Pasai,